News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Revisi Undang-Undang Otsus Harus Memastikan Kewenangan Khusus Diakui

Editor: Content Writer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pertemuan Tim Kerja Otsus Komite I DPD RI di Kantor Gubernur Papua Barat (18/3).

Dalam paparannya, Gubernur Papua Barat menyatakan pentingnya dialog dan menerima masukan dalam rangka revisi UU Otsus. Khusus untuk Papua Barat bahwa keberlakuan UU Otsus di Papua Barat dimulai sejak tahun 2009.

Dan dalam rangka revisi tersebut, Pemda Papua Barat sudah melakukan dialog dan berbagai pertemuan dalam rangka memberikan masukan terkait revisi UU Otsus. Pertemuan juga digelar dengan melibatkan Pemda Kabupaten/Kota, DPR Papua Barat, Majelis Rakyat Papua Barat, dan Dewan Adat.

Gubernur juga menyampaikan sejumlah rekomendasi terkait kewenangan khusus, antara lain Pemilihan Kepala dan wakil kepala daerah, Kelembagaan Khusus di tingkat Kabupaten/Kota sebagai perpanjangan provinsi dalam mengatur dan mengurus kewenangan khusus, Pengangkatan Pegawai OAP 80% dan 20% non OAP, kewenangan kelembagaan diatur dengan Pedasus/Perdasi dan Dana Tambahan Infrastruktur perlu ditetapkan dengan prosentase yang jelas.

Ketua DPR Papua Barat menyatakan bahwa kewenangan adalah hal yang penting. Tuntutan merdeka karena persoalan kewenangan bukan persoalan uang dan bukan persoalan pemekaran. Jika hanya bicara dua pasal maka tidak akan bisa menyelesaikan persoalan yang terjadi di Papua dan Papua Barat. Pemerintah Pusat kurang memberikan perhatian serius untuk menyelesaikan persoalan Papua dan Papua Barat.

Ketua DPR Papua Barat menambahkan bahwa akan menolak mengikuti pembahasan jika hanya revisi difokuskan pada 2 pasal yaitu Pasal tentang Dana Otsus dan Pasal tentang Pemekaran. Pekerjaan yang besar adalah bagaimana Revisi UU Otsus mampu mensejahterakan masyarakat Papua/Barat, lanjutnya.

Ketua Majelis Rakyat Papua Barat menyampaikan bahwa Majelis Rakyat Papua Barat telah melakukan beberapa kegiatan dalam rangka memberikan masukan terhadap draft revisi UU Otsus yang sedang dibahas tersebut. Majelis Rakyat Papua Barat telah mempersiapkan sejumlah pokok-pokok pikiran dan draft revisi UU Otsus, akan tetapi hal ini belum dapat disampaikan dengan baik karena minimnya dialog dan harapan untuk melakukan dialog dengan sejumlah lembaga negara.

"Kami meminta diberikan ruang berdialog dengan DPD RI dan DPR RI serta lembaga negara lainnya. Sepakat akan perlunya UU 21/2001 disempurnakan dalam rangka memperbaiki seluruh aspek kehidupan dan pembangunan di Papua dalam rangka mensejahterakan masyarakat Papua." ujarnya.

Sedangkan Dewan Adat Papua yang diwakili oleh Dewan Adat Domberai Raya menyatakan bahwa revisi UU Otsus harusnya fokus pada pasal 43 bukan pada pasal 34 sebagaimana draft yang beredar sebagai bentuk perlindungan.

Menekankan pentingnya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dan pembentukan Komnas Perlindungan. Perlunya pemanfaatan pertanahan untuk sebesarnya bagi pengembangan kebudayaan, sosial, dan kesejahteraan Masyarakat (hak ulayat adat). Dan kewenangan pertanahan diatur dengan Perdasus/Perdasi.

Fraksi Otsus DPR Papua Barat mengingatkan bahwa revisi yang hanya terjadi sekali dalam 20 tahun itu hendaknya dilakukan menyeluruh tidak hanya sebatas 2 atau tiga pasal saja karena akan sangat sulit mempertanggugjawaban kepada masyarakat jika hanya sebatas 2 atau 3 pasal saja sementara untuk melakukan revisi lagi harus menunggu 20 tahun kemudian.

Pertemuan ini ditutup pada jam 12.30 WIT dengan penyerahan sejumlah dokumen dan hasil-hasil pertemuan yang dilakukan oleh Pemda Papua Barat dalam rangka revisi Otsus. Sementara dari Majelis Rakyat Papua Barat menyerahkan sejumlah pokok-pokok pikiran dan draft revisi RUU Otsus yang berasal dari masukan masyarakat. Sedangkan Timja menyerahkan Berupa Buku hasil dari Pansus Papua. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini