Ia memperkirakan dengan masyarakat tetap tinggal di rumah kegiatan ekonomi hanya sekitar 25 persen dari normal.
Belum lagi terjadinya peningkatan puluhan juta pengangguran dari sektor informal maupun formal, dan paralel bertambah juga puluhan juta penerima bantuan sosial (bansos).
"Jika dilihat dari salah satu rumusan basis makro ekonomi Y = C +I+G+(NX), dengan posisi PSBB ketat, yang bisa didorong hanya konsumsi (C) itupun sangat terbatas, baik oleh yang punya 'income ditambah saving' ataupun yang hanya punya 'income cukup' serta yang dari BLT (bansos)," jelas legislator dapil Jawa Tengah X itu.
Lebih lanjut, Ramson menjelaskan ketika masyarakat yang memiliki income (pendapatan) ditambah dengan saving (simpanan) atau memiliki pendapatan yang cukup saja, peningkatan konsumsi (C) dalam masa PSBB yang ketat sangat terbatas.
Sementara, meningkatnya penerima bansos apabila menyentuk 50 persen dari penduduk Indonesia, maka potensi belanja negara (G) akan meningkat signifikan mengingat belanja pegawai dan belanja barang terbatas tetap berjalan.
Disisi lain, belanja negara serta sektor swasta dalam negeri dan luar negeri untuk mendorong investasi (I) dinilainya kurang berfungsi.
Sementara, transfer penerimaan negara juga akan menurun tajam karena bukan hanya pajak langsung yang menurun akibat potensi banyaknya perusahaan yang akan mengalami kerugian.
“Tapi pajak tidak langsung pun akan menurun tajam dengan berhentinya sekitar 75 persen aggregate demand dan supply. Jelas, Pemerintah dan masyarakat akan dihadapkan dengan dilema,” pungkasnya.(*)