Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia khusus (pansus) angket pelaksanaan haji 2024 menyelidiki dugaan adanya gratifikasi di balik pengalihan 10 ribu kuota haji ke haji plus.
Masalah itu nantinya menjadi salah satu yang akan diusut oleh pansus angket haji.
Baca juga: Usut Carut Marut Penyelenggaraan Haji, Pansus Bakal Fokus Garap Tiga Masalah Ini
Menanggapi hal tersebut, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief menegaskan bahwa pihaknya tidak menjual kuota tambahan dari Pemerintah Arab Saudi.
"Jadi betul ada situasi-situasi teknis, hasil kajian teknis yang kemudian kita simulasikan seperti itu. Jadi bukan dijual. Karena kemenang juga gak jualan kuota," ujar Hilman dalam Coffee Morning: Sukses haji 2024 di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (15/7/2023).
Dirinya menjelaskan kronologi saat Indonesia mendapatkan kuota tambahan sebanyak 20 ribu dari Pemerintah Arab Saudi.
Kuota tambahan tersebut diberikan hasil kunjungan Presiden Joko Widodo ke Arab Saudi. Sedianya, Indonesia mendapatkan 221.000 kuota, namun setelah ditambah menjadi 241.000.
Baca juga: Pelayanan Kesehatan Haji Indonesia Dinilai Penuhi Standar, Pemerintah Saudi Beri Apresiasi
Kemenag lalu berdiskusi dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi terkait penambahan kuota.
"Nah tentu mendengar kuota tambahan sebanyak itu, kami dari Kementerian Agama juga senang dan sekaligus juga berpikir keras. Kira-kira gimana cara membawanya ke sana, pembagiannya, kemudian juga layanannya di tanah air, layanannya di sana, dan seterusnya. Dan kami juga berangkat ke Tanah Suci, berdiskusi dengan Kementerian Haji dan Umroh terkait dengan kuota ini," jelas Hilman.
Hilman mengatakan Kemenag sudah mendapatkan informasi mengenai simulasi peta penempatan jemaah dalam pemondokan.
Terdapat lima zona dalam peta tersebut yang ditempati jemaah dari sejumlah negara. Layanan tersebut, kata Hilman, bisa diisi oleh negara pertama yang mengajukan.
"Memang disitu kan first come, first serve juga. Dan Saudi tidak bisa serta-merta, karena Indonesia nambah banyak, negara lain minggir. Enggak bisa begitu juga, jadi diatur. Ya Malaysia masih ada disitu. Filipina masih disitu. Cina masih ada. Diatur seperti itu," ungkap Hilman.
Akhirnya Indonesia memutuskan untuk memasukkan kuota haji tambahan ke zona dua yang relatif masih kosong. Namun jalur itu, kata Hilman, biasanya dipakai oleh jemaah haji khusus.
Kemudian pada Januari 2024, Hilman mengungkapkan Kementerian Haji memberikan persetujuan yang dalam naskahnya memberikan tambahan kuota 20.000.
Dirinya mengatakan Kemenag telah berupaya mengkomunikasikan pembagian kuota dengan pihak DPR.
Meski begitu, dirinya mengakui Pemilu 2024 membuat komunikasi Kemenag dengan DPR menjadi tertunda.
"Sejak Januari ya memang ada situasi tertentu yang agak berat karena waktu itu sudah mau pencoblosan lah. 10 hari lagi itu tinggal ya pemilu ya menghadapi pemilu dan lain sebagainya Jadi waktu komunikasi itu juga terus. Bahkan setelah pemilu kita terus berkomunikasi untuk penyesuaian," kata Hilman.
Sebelumnya, Anggota Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Luluk Nur Hamidah mengatakan manajemen kuota haji menjadi persoalan dari carut marutnya ibadah haji kali ini. Diduga, ada pelanggaran UU yang dilanggar dari pengalihan kuota haji tersebut.
"Yang akan kita lihat kuota haji dengan adanya pengalihan 10 ribu ke haji plus itu atau ke haji khusus itu sudah bener atau tidak, kalau menurut kami kan tidak benar. UU nya kemudian kesepakatan panja kemudian juga Perpres yang terkait dengan pembiayaan haji itu tidak kesesuaian dengan keputusannya Menag," kata Luluk kepada wartawan, Sabtu (13/7/2024).
Karena itu, kata Luluk, masalah ini menjadi salah satu hal yang akan diselidiki oleh pansus angket haji 2024. Nantinya, sejumlah pihak terkait akan ditanya mengenai alasan pengalihan 10 ribu kuota haji ke haji plus.
Sebab, Luluk mengungkap ada dugaan gratifikasi atau tindak pidana korupsi di balik pengalihan kuota haji tersebut. Namun, dugaan itu masih harus didalami terlebih dahulu.
"Ini yang kemudian harus diselidikin, selain itu ada apa di balik pengalihan kuota 10 ribu ini. Apakah ini hanya semata-mata membagi beban aja dari reguler ke haji khusus atau sebenarnya ada kritik-kritik karena memang yang kita dengar dan dapat informasi itu kan ada indikasi gratifikasi lah atau indikasi tindakan korupsi. Ini kan laporan dari pihak-pihak yang terkait," ungkapnya.
Lebih lanjut, Luluk menambahkan pihaknya akan menjaring informasi dari berbagai pihak terkait mengenai dugaan tersebut.
"Tentu kami akan menerima semua informasi dan masukan itu sebagai bahan penting untuk melakukan langkah-langkah berikutnya dari penyelidikan ini," pungkasnya.