TRIBUNNEWS.COM, BEIJING -- Bukan hanya Indonesia gerah mendengar kabar tentang keberadaan dan penggunaan fasilitas penyadapan di kedutaan Australia di Jakarta.
Pemerintah China juga gerah dibuat terkait pemberitaan di surat kabar harian Sydney Morning Herald pada tanggal 31 Oktober 2013 yang menyatakan tentang keberadaan dan penggunaan fasilitas penyadapan di Kedutaan Australia di China dan negara-negara lain di kawasan Asia.
kabar adanya penyadapan pertama kali dihembuskan Media Australia, Sydney Morning Herald (SMH) edisi 29 Oktober 2013 lalu. Skandal spionase yang mengguncang Asia ini bersumber dari Edward Snowden, whistle blower internasional yang paling diburu AS.
Snowden yang membongkar peta 90 fasilitas mata-mata AS di seluruh dunia, tak terkecuali pada pusat-pusat kota di Cina termasuk kedutaan besar AS di Beijing dan konsulat AS di pusat perdagangan Shanghai dan Chengdu , ibukota provinsi barat daya Sichuan.
Seperti dikutip dari Channel News Asia, laporan SMH ini menyebutkan bahwa alat-alat sadap tersebut dipasang pada fasilitas rahasia intelijen AS di Asia dan pos diplomatik Australia yang digunakan untuk memonitor panggilan telepon dan mengumpulkan data sebagai bagian dari jaringan Amerika.
Terkait hal itu, juru bicara Departemen Luar Negeri China mendesak Australia untuk membuat klarifikasi mengenai informasi tersebut.
"Kami juga mendesak misi diplomatik dan personil intelijen asing di Cina untuk secara ketat mematuhi perjanjian internasional termasuk Konvensi Wina. Pun tidak boleh terlibat dalam aktivitas apapun yang dapat membahayakan keamanan China," tegasnya.
Selain itu dia juga meminta Amerika Serikat untuk mengklarifikasi dan memberikan penjelasan mengenai informasi mengenai penyadapan tersebut.