Namun, bulan lalu, ketika dokumen yang dibocorkan mantan karyawan Badan Keamanan Nasional (NSA) AS, Edward Snowden, itu menunjukkan bahwa pada 2009 DSD telah menyasar ponsel SBY, Ibu Ani, dan delapan pemimpin Indonesia lainnya, respons awal dari banyak kalangan di Indonesia dan Australia adalah, "Mengapa harus ibu negara?"
Para ibu negara hidup dalam bayang-bayang para suami mereka, tersenyum malu-malu di depan umum, mendukung aksi amal, dan membesarkan anak-anak.
Menyadap ponsel mereka pasti hanya akan menghasilkan informasi tentang daftar belanja dan gosip murahan. Itu pasti langkah yang terlalu jauh, sebuah langkah arogan yang melampaui batas dari negara yang badan mata-matanya tampak bertindak di luar kendali.
Menurut The Australian, tampaknya SBY setuju bahwa penyadapan telepon istrinya merupakan langkah yang terlalu jauh. Lihat saja kemarahan yang terpancar dari tweet awalnya di Twitter setelah berita itu tersiar.
Namun, Inquirer mengatakan, badan-badan intelijen yakin ada alasan keamanan nasional untuk membenarkan penyadapan terhadap Ani Yudhoyono. Keputusan untuk memantau teleponnya jelas disengaja dan diperhitungkan, dan tidak didasarkan pada gagasan sembrono bahwa DSD mencoba untuk mendengarkan hanya karena hal itu bisa dilakukan.
Keputusan untuk menyadap juga tidak hanya didasarkan pada kenyataan bahwa SBY sesekali menggunakan ponsel istrinya dan bukan miliknya sendiri.
Sifat hubungan pembagian kekuasaan antara SBY dan Ibu Ani membuat tak terelakkan bagi DSD saat memutuskan untuk menyadap telepon Presiden SBY, maka mereka juga menyadap ponsel Ibu Ani.
Kantor Perdana Menteri Australia menolak untuk mengomentari laporan itu. Pihak kementerian mengatakan, mereka tidak mengomentari masalah intelijen.