News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

'Yang di Peti Mati itu Bukan Ibu Saya'

Editor: Gusti Sawabi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi

Tribunnews.com — Lisa Kondvar, warga Rhode Island, Amerika Serikat, mengingat ibunya sebagai sosok perempuan kecil, berambut pirang, dan lincah bergerak. Maka, dia terkejut ketika mendapati seorang wanita berambut coklat dengan tubuh tinggi besar di dalam peti mati atas nama ibunya, pada 9 Desember 2013.

Sontak, air mata dan tangisan di acara perkabungan pun terhenti. Kondvar dan keluarganya segera menutup peti mati itu dan meninggalkan ruangan. "Itu bukan ibu," kata Kondvar. "Mereka mengirimkan jasad yang salah."

Ibu Kondvar, Margaret Porkka, sedang berlibur di St Maarten dalam perjalanan libur tahunan Thanksgiving, ketika meninggal mendadak setelah terserang sakit kepala. Porkka (82) dinyatakan meninggal di St Maarten Medical Center pada 29 November 2013, pagi setelah Thanksgiving. Selain menggunakan alat pacu jantung dan penggantian pinggul kanan, ujar Kondvar, ibunya dalam kondisi sehat dan aktif.

Kondvar mengatakan keluarganya mendapat kabar tubuh ibu mereka telah berada di Emerald Funeral Home di St Maarten. Direktur rumah pemakaman itu menolak permintaan mereka untuk melihat jasad sang ibu, dan justru menagih biaya 7.000 dollar AS untuk pengiriman jenazah ke Amerika. "(Pernyataan) itu memberi saya bendera merah, terutama ketika mendengar 'wire transfer'," tutur Kondvar kepada CNN.

Ingin mendapatkan kembali jasad ibunya di Amerika dan tak tahu alternatif lain, keluarga Kondvar pun mengirimkan biaya yang diminta si direktur rumah pemakaMan. Mereka juga meninggalkan paspor Porkka, informasi yang diperlukan untuk sertifikat kematian, dan satu set pakaian untuk layanan jenazah.

Tubuh yang dikirimkan dari St Maarten tiba di New Jersey pada 6 Desember 2013. Jasad itu jelas bukan Porkka meski mengenakan pakaiannya serta didampingi paspor dan sertifikat kematian. Di dalam peti mati juga terdapat kantong beludru kecil berwarna merah, berisi perhiasan dan barang-barang yang menurut Kondvar bukan milik ibunya.

"Ada gelang medis yang bertuliskan 'angina'. Ibuku tidak memiliki 'angina'," ujar Kondvar. Sekarang, Kondvar dan keluarganya butuh jawaban dan ingin jasad ibu mereka kembali. "Sungguh menyakitkan bahwa dia meninggal, dan lebih buruk lagi karena saya tak mendapatkan jasadnya. Saya ingin memeluknya sekali lagi, tapi tak bisa melakukannya."

Panggilan ulang ke St Maarten Medical Center dan Emerald Funeral Home tak mendapatkan jawaban. Sejak meninggalkan St Maarten, Kondvar mengaku belum mendapatkan kabar apa pun dari rumah sakit maupun rumah duka itu.

Kondvar adalah perawat. Dia mengaku sudah menghubungi senator dari daerahnya, Jack Reed. Senator itu pun disebut sudah membuka komunikasi dengan konsulat Amerika di St Maarten, berdasarkan keterangan juru bicara Reed, Chip Unruh.

Seolah situasi belum rumit, Kondvar mendapat informasi bahwa entah bagaimana ceritanya jasad ibunya telah keliru dikirim ke keluarga di Kanada untuk dikremasi. "Jika ibu di Kanada, kami ingin dia kembali. Kami tidak berprasangka apa pun pada keluarga (di Kanada) karena mereka juga berduka. Aku bahkan tak membayangkan apa yang mereka alami."

Unruh mengatakan Reed telah meminta percepatan tes DNA untuk menentukan apakah jasad yang dikirim ke Kanada adalah ibu Kondvar. "Ini mimpi buruk," ujar Unruh.

Pemerintah St Maarten membuat pernyataan di situsnya, menjelaskan kejadian tersebut. Dua wanita, kata pernyataan itu, meninggal pada 29 November 2013. Satu perempuan berasal dari Kanada dan satu lagi dari Amerika Serikat. Keduanya dibawa ke rumah duka yang sama.

Pernyataan itu menyebutkan bahwa pemerintah menghormati permintaan keluarga untuk mengirim pulang kedua jenazah. Keduanya diterbangkan menggunakan maskapai yang sama. "Ketika ada keluhan bahwa jenazah yang tiba bukan kerabatnya dan ada laporan hukum terkati hal itu, (diketahui) tubuh yang diterbangkan ke Kanada sudah dikremasi."

Analisis DNA akan dilakukan, kata pernyataan dari St Maarten, untuk memverifikasi identitas kedua tubuh. Begitu ada informasi lebih lanjut tersedia, akan disampaikan kepada perwakilan pemerintah dan keluarga masing-masing.

Dari peristiwa yang dialaminya, Kondvar khawatir bahkan jasad di Kanada pun bukan ibunya. "Jika bukan (jasad Porkka), aku tidak tahu lagi ke mana lagi jasadnya pergi," kata dia. Saat ini, imbuh Kondvar, Pemerintah St Maarten sedang melakukan investigasi internal atas insiden tersebut.

Namun, Kondvar sudah menyiapkan diri dengan berencana mencari pengacara internasional, setelah berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri. "Saya ingin penyelidikan dari eksternal. Saya tidak memercayai pemerintah itu. Mereka telah menyakiti keluarga saya." Insiden ini pun meyakinkannya untuk tak akan pernah lagi mendatangi St Maarten, meskipun dia punya banyak kenangan indah di sana dalam setiap liburan keluarga.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini