TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Musibah menimpa pesawat Malysian Airlines (MH) lagi. Setelah MH370 hilang tak tentu rimba atau lautnya beberapa bulan lalu dalam penerbangan KL- Beijing, kini MH17 rute direct long haul filght Amsterdam – KL ditembak jatuh di perbatasan Ukraina kemarin (17/7/2014).
Diperkirakan 12 WNI menjadi korban. "Apakah kejadian ini murni kesalahan tembak dari kombatan yang berkonflik di area itu?, atau ada kontribusi kesalahan dari pilot MH17 ? Kenapa demikian?," kata Pengamat Kesehatan Penerbangan Wawan Mulyawan kepada Warta Kota, Jumat (18/7/2014).
Ia menjelaskan, pertama Eurocontrol, otoritas pengatur penerbangan di seantero Eropa telah membuat NOTAM (Notice to Airman) / peringatan untuk penerbang pesawat, supaya terbang di atas zone ketinggian diatas 32,000 kaki jika melewati area konflik di perbatasan Ukraina tersebut.
Ini artinya pesawat yang nekat terbang di daerah ini harus terbang di atas 11 kilometer diatas permukaan laut (dpl). Umumnya pesawat berbadan lebar Boeing 777 terbang diatas ketinggian batas itu. Sehingga harusnya cukup aman jika mengikuti peringatan itu.
Tidak mungkin Eurocontrol membuat peringatan yang masih dalam batas ketinggian yang mendekati bahaya. Bahkan umumnya, seperti disampaikan banyak pilot yang pernah mengalami rute pererbangan di daerah konflik, umumnya mereka memutar menjauh secara horizontal ke samping, daripada terbang menjauh secara vertikal ke atas seperti itu. Kedua, secara umum, roket yang ditembakkan oleh kelompok kombatan dalam konflik regional seperti itu, bukanlah roket yang mempunyai jangkauan ground to air ( ground to air missile) lebih dari 6 kilometer vertikal.
Sangat diragukan (apalagi jika kombatan adalah separatis Ukraina yang umumnya, walaupun konon didukung negara besar sekuat Rusia) mereka menggunakan senjata rudal secanggih menjangkau ketinggian 11 km ke atas.
Ketiga, saksi mata di perbatasan Ukraina melihat adanya tembakan roket yang mengenai sebuah pesawat dan meledak serta jatuh. Asumsinya, perkenaan tembakan ke pesawat itu dalam jangkauan mata telanjang saksi mata di darat itu. Tidak mudah dengan mata telanjang seorang saksi mata di darat melihat perkenaan tembakan tersebut dari jarak diatas 11 km di ketinggian vertikal seperti itu.
Berdasarkan alasan-alasan diatas, sangat dimungkinkan pesawat terbang di ketinggian yang jauh lebih rendah dibawah 11 km (32.00 kaki) tersebut. Pertanyaannya, jika itu yang terjadi, mengapa pilot menerbangkan pesawat jauh lebih rendah dibawah Notam / flight plan yang telah ditentukan? Adakah masalah kesehatan penerbangan yang menyangkut kesalahan antisipasi pilot dalam kecelakaan ini? Masih ditunggu jawaban pertanyaan ini dalam beberapa waktu kedepan. (*/lis)