TRIBUNNEWS.COM, UKRAINA - Mata dunia kini tertuju kepada Ukraina dan Rusia pasca jatuhnya pesawat penumpang Malaysia Airlines MH17. Pemerintah kedua negara menyangkal bertanggung jawab atas tragedi itu dan saling menyalahkan.
Pejabat Amerika Serikat dan Ukraina sebelumnya sudah mengumumkan keyakinan mereka bahwa pesawat itu ditembak jatuh oleh peluru kendali.
Presiden Ukraina Petro Poroshenko mengatakan peristiwa itu adalah "aksi terorisme."
Menteri Luar Negeri Ukraina Pavlo Klimkin mengatakan kepada BBC ia menyadap percakapan telepon yang membuktikan pesawat itu ditembak oleh separatis pro Rusia.
Tetapi Presiden Rusia Vladimir Putin menuduh pemerintah Ukraina memulai kembali operasi militer di kawasan itu dimana Ukraina berusaha merebut kembali kendali dari pemberontak pro Rusia.
"Negara dimana wilayah udara itu terjadi adalah pihak yang bertanggung jawab," kata Putin.
Pemimpin separatis Alexander Borodai menuduh pemerintah Ukraina menembak jatuh pesawat itu.
Menteri pertahanan Ukraina mengeluarkan pernyataan bahwa tidak ada jet angkatan udara di kawasan itu dan tidak ada sistem rudal darat ke udara yang digunakan terhadap pemberontak.
Pemerintah Inggris meminta pertemuan darurat dengan Dewan Keamanan PBB untuk mendiskusikan krisis di Ukraina pasca kecelakaan. Pesawat itu jatuh di antara Krasni Luch di Luhansk dan Shakhtarsk di Donetsk.
Ratusn jenazah telah ditemukan di lokasi, kata seorang petugas evakuasi kepada kantor berita Reuters, dengan puing-puing pesawat tersebar di area seluas 15km. 12 warga negara Indonesia termasuk dari 295 orang yang berada di pesawat Malaysia Airlines yang jatuh di Ukraina.