Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Kholish Chered, dari Arab Saudi
TRIBUNNEWS.COM, MAKKAH - Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama RI, Abdul Djamil, menegaskan jamaah haji non kuota bukanlah "rumah tangga" Kemenag RI.
Namun bukan berarti Kemenag akan lepas tangan ketika terjadi permasalahan jamaah tersebut di luar negeri.
Abdul Djamil pun mempersilakan ketika ada jamaah yang merasa dirugikan (oleh pihak yang mengkoordinir keberangkatan mereka) untuk menempuh jalur hukum.
Demikian disampaikan Dirjen PHU usai rapat koordinasi di Daerah Kerja Makkah, Senin (22/9/2014).
Saat dikonfirmasi tanggapannya tentang kasus jamaah non kuota di Makkah yang harus membayar Rp 80 juta per orang, ia mempertanyakan ada tidaknya unsur penipuan di sana.
"Ada tidak unsur penipuannya? Oleh siapa? Kita belum ada data," kata Djamil.
Ia membenarkan bahwa penipuan secara hukum merupakan delik aduan. "Ketika jamaah dirugikan kemudian melakukan tindakan hukum, iya.
Silakan saja. Atau misalnya ada lembaga bantuan hukum. Karena jamaah kan tidak selalu punya kemampuan melakukan proses penuntutan saat dirugikan," katanya.
"Silakan saja (lakukan langkah hukum). Gak boleh orang berada di posisi dirugikan, ditipu, kemudian kita biarkan. Kita harus punya tanggungjawab pada warga negara yang posisinya seperti itu," katanya.
"Kalau soal prosesnya kita gak tahu. Tapi kalau melihat dampak mereka terlantar di sini, kita tidak bisa mendiamkan lalu kita bilang itu urusan kamu. Tidak bisa. Dia itu warga negara. Satu orang pun sangat berarti sebagai sesama bangsa," katanya.
Ia menjelaskan, sebagai PPIH, Kemenag harus memberikan pelayanan, bimbingan, dan perlindungan pada jamaah haji Indonesia.
"Namun di tengah-tengah ada insiden orang yang tidak tahu rumah mereka. Setelah dilacak, ternyata pemondokannya di daerah Ma'la. Mereka bukan kita koordinisir, tapi bukan berarti kita cuci tangan. Kewajiban kita membantu menyelesaikan masalah warga negara kita," katanya.
Ia menegaskan, jamaah non kuota tidak bisa berada di maktab jamaah reguler atau khusus. Mereka akan ditempatkan di Maktab Furodah.
Akankah Pemerintah RI melakukan pendekatan G to G kepada Saudi untuk memperketat pemberian visa undangan?
"Pemerintah Saudi itu sudah jelas kuota yang diberikan. Tapi mereka punya otoritas untuk mengundang orang. Itu bukan rumah (wilayah) kita," katanya.
Apakah tidak mudah melacak modus dan "pemain" visa haji non kuota? "Saya tidak tahu. Itu bukan rumah tangga saya. Yang penting ketika ada masalah harus ditangani sebijak mungkin," katanya. (*)