News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tragedi di Charlie Hebdo

Jokowi Disarankan Belajar dari Insiden Charlie Hebdo

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dua orang bersenjata terlihat berhadapan dengan polisi di dekat kantor majalah satir Charlie Hebdo di Paris, Perancis, Rabu (7/1/2015). Dalam serangan ke kantor majalah itu 12 orang tewas termasuk dua orang polisi.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Jokowi disarankan banyak belajar dari peristiwa penyerangan kantor majalah satire Charlie Hebdo di Perancis.

Sebab jika tidak bisa mengatasi gerakan radikal dan tidak hadir di masalah kaum minoritas, diprediksi kejadian Charlie Hebdo bisa terjadi di Indonesia.

Demikian dikatakan Direktur Eksekutif IndoStratregi Andar Nubowo, ketika Roundtable Discussion "Kekerasan Charlie Hebdo: Antara Kebebasan Pers dan Toleransi Kehidupan Umat Beragama" di kantor Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC), Jakarta, Kamis (15/1/2015)

Menurut Andar insiden Charlie Hebdo juga tak bisa lepas dari kegagalan Perancis dalam mengatasi krisis ekonominya yang terjadi sejak tahun 2007 lalu.

Insiden Charlie Hebdo juga bisa dilihat dari sisi membludaknya jumlah imigran yang berasal dari daerah bekas jajahan Perancis dan mayoritas muslim di negeri Eropa barat itu. Mereka merasa sudah mengalami diskriminasi dalam hal sosial, ekonomi dan politik.

Menurut Andar persoalan penghinaan Islam dan media satiris sebetulnya di Perancis banyak dan sudah lama. Kaum imigran tersebut masih tidak bereaksi apa-apa karena mereka sadar Perancis negara sekuler.

Tapi, keresahan kaum muslim bermula ketika tahun 1986 sampai akhirnya pada tahun 2004 yang secara tegas Perancis melarang burkah, hijab dan segala atribut Islam di Perancis.

Disaat itulah, kaum ekstrimis yang banyak berasal dari imigran merasa pemerintah Perancis sudah tidak bisa lagi memberikan mereka pekerjaan, pendidikan dan hak politik dan sosial lainnya.

"Akhirnya isu ini dipakai kaum radikal untuk melawan Perancis. Dan muncul Charlie Hebdo. Momentum ini langsung digunakan. Tapi, isu ini tak bisa lepas dari gagalnya Perancis tangani kaum imigran dan minoritas serta meredam gerakan radikal," kata Andar.

Karena itu, Jokowi harus selesaikan isu Ahmadiyah, Syiah dan kaum minoritas lainnya dengan baik. Pemerintah harus fasilitasi dialog antar agama, minoritas dan kaum radikal.

"Kenyataannya Jokowi belum bisa hadirkan dialog itu. Bahkan isu sosial dan ekonomi juga pemerintah masih belum bisa hadir. Kalau berlarut, Cahrlie Hebdo bisa terjadi di Indonesia," kata Andar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini