Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM.TOKYO - Satu kenyataan yang pahit bahwa operator pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Jepang tak bisa disidangkan sampai saat ini.
Padahal mereka terbukti bersalah dalam kecelakaan meledaknya PLTN di Fukushima 11 Maret 2011. Sedangkan pemerintah Jepang juga tampaknya sulit untuk dipertanggungjawabkan secara struktural.
"Saya mesti hati-hati kalau bicara mengenai operator PLTN, sebenarnya harus diskusi dengan Pengacara saya. Namun yang pasti operator PLTN di Jepang tidak bisa disidangkan hingga saat ini. Tak ada operator PLTN yang disidangkan melanggar tindak pidana hingga saat ini karena kelalaiannya mengakibatkan 200.000 warga Fukushima dan sekitarnya menderita hingga kini dan bahkan ada yang meninggal akibat ledakan PLTN tersebut. Sedangkan secara struktural pemerintah Jepang juga tampaknya sulit untuk bertanggungjawab," papar penulis dan wartawan investigasi, Satoshi Kamata (77), anggota Sayonara Nuclear group, dalam jumpa pers kemarin bersama pemegang hadiah Nobel kesusasteraan Kenzaburo Oe (80).
Kamata yang kelahiran Aomori Jepang itu juga mengajak masyarakat untuk ikut bersama unjuk rasanya yang akan diadakan 3 Mei 2015 bersamaan dengan Hari Konstitusi, hari libur di Jepang, untuk mengadakan rally di skeitar Tokyo dan diperkirakannya akan hadir 30.000 orang anti nuklir berkumpul untuk menekan pemerintah Jepang menjauhkan nuklir secepatnya.
"Kami bingung, negara lain dengan berani mengambil keputusan menyetop nuklir, tetapi politisi dan pemerintah Jepang malahan mengaktifkan kembali PLTN yang telah di stop nya," tekannya lagi.
Meskipun demikian, tambahnya, semua kembali kepada masyarakat untuk menyetopnya. Apabila masyarakat umumnya menentang nuklir maka diyakininya kebijakan nuklir akan dihentikan pemerintah Jepang, tambahnya lagi.
"Pemimpin di Jepang tidak punya keberanian, tidak bisa mendidik rakyatnya untuk menciuptakan masa depan yang baik, tidak bisa sungguh-sungguh untuk membereskan masalah yang ada. Lihat saja keributan dengan China dan Korea," ungkap Oe menambahkan komentarnya mengenai sikap Jepang terhadap nuklir.
Selain itu Oe juga mengingatkan bahwa 80.000 pohon di sekitar PLTN Fukushima tercemar radiasi akibat meledaknya PLTN tersebut,
"Bagaimana masa depan anak-anak kita? Bagaimana perlakuan terhadap 80.000 pohon tersebut yang tentu harus dihanguskan. Dampak radiasi itu tentu sampai puluhan tahun. Semua itu merusak kehidupan manusia, membuat menderita ratusan ribu masyarakat sekitar yang tak bisa kembali ke kampung halamannya. Kehidupan mereka berantakan jadinya," paparnya lagi.
Oe juga akan memberikan speech dan diskusi bersama Kamata pada tanggal 28 Maret di Pusat Kebudayaan Shinjuku Tokyo. Pada kesmepatan tersebut mereka akan menampilkan pula saksi mata warga Jepang yang tinggal di sekitar daerah terkena bencana alam dan dekat dengan tempat kejadian meledaknya PLTN Fukushima. Tak ketinggalan seorang ahli nuklir dari Universitas Kyoto juga akan memberikan wawasannya mengenai dampak nuklir di acara tersebut.