TRIBUNNEWS.COM, AUSTRALIA - Seorang bayi terlahir sehat, berasal dari sperma ayahnya yang sudah meninggal karena kecelakaan hebat sepeda motor.
Dua hari setelah si ayah meninggal, para dokter melakukan prosedur pengambilan sperma.
Menurut para dokter seperti dilansir Mirror, Minggu (12/5/2015), kejadian ini merupakan kasus sangat luar biasa.
Mereka berharap kasus ini dapat menginspirasi praktisi klinis melakukan prosedur yang mereka tempuh kendati sebelumnya sungguh tak masuk akal.
Sebelumnya pernah terjadi hal serupa. Bedanya, kasus terakhir adalah bayi lahir dari sperma yang diambil dari orang yang sudah meninggal 30 jam lamanya atau 18 jam lebih sedikit dari kasus terbaru.
Seorang ahli IVF Steve Robson, profesor di fakultas medis Australian National University, akan mempresentasikan detil prosedur dalam konferensi dunia pekan depan di Royal Australian dan New Zealand College of Obstetricians and Gynaecologist, demikian dilaporkan Sydney Morning Herald.
Sang profesor mengaku baru kali ini begitu terlibat jauh dalam kasus yang sangat luar biasa itu.
"Sebuah level profesional yang menurut perspektif saya, adalah cerita cinta. Sangat luar biasa untuk terlibat membantu seorang wanita yang memiliki begitu banyak cinta dan keberanian," katanya. "Sebagai sebuah kelompok kami terkesan dengan cinta besar milik wanita ini, dan daya tahannya yang luar biasa melawan semua halangan di depannya."
Perempuan yang namanya tadi tak bisa diungkap karena alasan hukum, telah berjuang untuk menempuh segala prosedur sampai menuntut keadilan ke Mahkamah Agung Australia Selatan di Adelaide.
Butuh dua hari ia mendapatkan persetujuan itu. Namun segala prosedur medisnya terkait penyuntikan sperma harus dilakukan di Canberra karena hal tersebut ilegal di Adelaide.
Australian Capital Territory (ACT), satu-satunya tempat di Australia yang membolehkan menggunakan sperma pria meninggal tanpa perlu persetujuan tertulis. Sementara New South Wales dan Victoria tidak melarang wanita menggunakan sperma yang diambil antarnegara.
Dalam kasus sangat luar biasa ini, si wanita membuktikan dia dan suaminya telah merencanakan memiliki bayi, lantas pengadilan memerintahkan sperma dapat dikumpulkan.
Profesor Robson mengatakan di antara mereka khawatir sperma diambil setelah kematian, DNA-nya rusak. Tapi kasus ini tak demikian. Bahkan, wanita itu hamil pertama kalinya, dan sekarang anaknya berusia satu tahun dalam kondisi sehat.
Gynaecologis dan spesialis infertilitas Kelton Tremellen juga mengaku heran. Ia menyangka banyak orang berpikir ini 'pengobatan Franskenstein,' karena mengambil sperma dari orang mati. Ketika Mahkamah Agung memutuskan demikian, sejumlah kelompok konservatif menyebut tindakan itu tidak etis.
Tremellen menyimpulkan, jika ibu dan anaknya senang dan anaknya sehat, maka opini mereka yang menentang sangat tidak relevan. Ia pun belum mendapatkan bukti si anak mengalami pertumbuhan fisik yang negatif.