TRIBUNNEWS.COM, SURIAH - Presiden Bashar Al-Assad membenarkan telah mengundang militan Hizbullah untuk berjuang bersama rezimnya, tapi membantah kehadiran pasukan Iran di Suriah.
Iran adalah sekutu regional utama Assad. Sementara Teheran sebagai basis pemerintahan Iran mengakui telah mengirimkan penasihat militer untuk membantu pasukan Assad berjuang melawan kelompok pemberontak dan militan.
Namun Assad tetap membantah tuduhan dari kekuatan oposisi dan Arab Saudi bahwa pasukan Iran sudah berada di medan pertempuran bersama rezimnya di Suriah.
"Kami mengundang Hizbullah, tetapi bukan orang-orang Iran. Tak ada pasukan Iran di Suriah dan mereka tidak mengirim kekuatan apapun," kata Assad kepada televisi France 2, Senin (20/4/2015).
Hizbullah sebagai kelompok Syiah Lebanon yang didukung Iran, telah membantu Assad mengalahkan pemberontak yang menentang rezimnya.
Pemimpin Suriah itu juga keras membantah bertanggung jawab di balik serangan kimia yang berlangsung di provinsi Idlib bulan lalu. Assad lantas menuduh Amerika Serikat yang selama ini mengawasi pembentukan kelompok Negara Islam.
"ISIS diciptakan di Irak pada 2006 di bawah pengawasan Amerika. ISIS datang dari Irak ke Suriah karena kekacauan menular," katanya.
"Apakah itu demokratis untuk mengirim senjata kepada teroris dan mendukung mereka? Jadi saya memiliki hak untuk mendukung teroris yang menyerang Charlie Hebdo misalnya?"
Assad pedas tentang upaya koalisi pimpinan Amerika Serikat melawan ISIS. Ia mengatakan koalisi yang dibangun Amerika Serikat "tidak serius."
"Jika Anda membandingkan jumlah serangan udara koalisi yang terdiri dari 60 negara dibandingkan dengan kami negara kecil, Anda akan melihat kita kadang-kadang menyerang sepuluh kali lebih banyak dari koalisi dalam satu hari. Apakah itu serius?
"Mereka butuh empat bulan membebaskan kota Kobane di perbatasan Turki. Bagaimana Anda bisa mengatakan koalisi ini efektif? Mereka tidak serius dan itulah sebabnya mereka tidak membantu siapa pun di wilayah tersebut."
Dia menegaskan membantah penggunaan bom barel atau serangan kimia. Dalam hal ini pasukan Suriah dituduh bertanggung jawab menggunakan bom tersebut di provinsi Idlib.
"Apa bom barel?" Tanya Assad. "Kami belum menggunakan gas klorin dan kita tidak perlu," kata Assad menimpali serangan yang dilaporkan Human Rights Watch di Idlib.
Lebih dari 215.000 orang tewas di Suriah sejak konflik dimulai dengan protes anti-pemerintah pada Maret 2011, sampai akhirnya menciptakan perang setelah tindakan rezim keras Assad.
Berulang kali upaya diplomatik untuk mengakhiri pertempuran gagal.
Assad mengatakan ia terbuka untuk berdialog jika Barat "meyakinkan kami bahwa mereka tidak mendukung teroris."