Tribunnews.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyuarakan negara-negara Asia Afrika mendesak agar Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) direformasi.
Sebab, kata Jokowi, semakin kentara ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak berdaya atas aksi-akai kekerasan tanpa mandat PBB seperti yang dapat saksikan sendiri. Itu telah menafikan keberadaan PBB.
Untuk itu, Jokowi menilai perlu adanya reformasi yang tujuannya tak lain agar PBB sebagai badan dunia yang mengutamakan keadilan bagi semua, terutama dalam menangani aksi-aksi kekerasan tanpa mandat PBB.
"Ketika ratusan orang di belahan bumi utara kaya raya, sementara 1,6 miliar orang di selatan kelaparan, semakin kentara ketika PBB tak berdaya atas aksi kekerasan tanpa mandat PBB. Oleh karena itu kita bangsa Asia Afrika mendesak reformasi PBB agar berfungsi optimal," cetus Jokowi dalam pidatonya berbahasa Indonesia di depan 46 kepala negara di forum Konferensi Asia Afrika (KAA), Jakarta, Rabu (22/4/2015).
Selain itu, Jokowi juga menyinggung mengenai ketidakadilan tatanan ekonomi dunia. Dijelaskan, saat ini hanya 20% negara yang bisa menikmati kekayaan, sementara selebihnya tidak menikmati kekayaan atau keseimbangan. Ia menyebutkan, ada 20 negara kaya. Sementara 1,2 miliar jiwa tidak berdaya dalam kemiskinan.
Negara-negara kaya, kata Jokowi, seakan punya posisi yang lebih superior dan menentukan perekonomian global. Karena itu, Presiden Jokowi menyerukan perlunya dilakukan reformasi arsitektur keuangan dunia, dengan menghilangkan dominasi kelompok negara atas negara lain.
Reformasi keuangan global itu, lanjut Presiden Jokowi, harus memberikan pengakuan dan ruang bagi kekuatan-kekuatan ekonomi baru, serta membuang anggapan bahwa masalah ekonomi dunia hanya dapat diselesaikanoleh Bank Dunia, International Monetary Fund (IMF), dan Asian Development Bank (ADB).
“Pandangan yang mengatakan bahwa persoalan ekonomi dunia hanya bisa diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF, dan ADB adalah pandangan usang yang perlu dibuang,” tegas Presiden Jokowi.
Presiden menegaskan, bahwa pengelolaan ekonomi dunia tidak bisa diserahkan hanya kepada tiga lembaga keuangan internasional itu, dan negara-negara Asia Afrika wajib membangun sebuah tatanan ekonomi dunia baru yang terbuka bagi kekuatan-kekuatan ekonomi baru.
“Kita mendesak dilakukannya reformasi arsitektur keuangan global untuk menghilangkan dominasi kelompok negara atas negara-negara lain,” kata Presiden Jokowi.
Menurut Presiden Jokowi, saat ini dunia membutuhkan kepemimpinan global yang kolektif, yang dijalankan secara adil dan bertanggungjawab. Ia menegaskan, Indonesia sebagai kekuatan ekonomi baru yang sedang bangkit, sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di muka bumi, sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia siap memainkan peran global sebagai kekuatan bagi perdamaian dan kesejahteraan.
“Indonesia siap bekerjasama dengan semua pihak untuk mewujudkan cita-cita mulia itu,” kata Jokowi.