TRIBUNNEWS.COM, AUSTRALIA - Galeri Foto Nasional Australia di Canberra mencopot potret Presiden Joko Widodo dari dindingnya sesaat sebelum eksekusi terhadap delapan terpidana mati kasus narkoba berlangsung, pada Rabu (29/4/2015).
Foto karya fotografer Australia, Adam Ferguson, itu merupakan salah satu finalis National Photographic Portrait Prize.
Namun Galeri Foto Nasional memutuskan untuk mencabutnya dengan alasan untuk melindunginya dari vandalisme pengunjung.
“Saya merasa dengan adanya situasi pada Rabu pagi, jalan terbaik agar karya seni tidak rusak ialah mencabutnya dari tampilan publik,” kata Kepala Galeri Foto Nasional, Angus Trumble, kepada Fairfax Media.
Penilaian tersebut, kata Trumble, juga disebabkan adanya reaksi negatif dari pengunjung.
BACA: Kenapa Australia Tidak Marah dan Ngambek Saat Amerika Terapkan Hukuman Mati?
Potret Presiden Joko Widodo karya Adam Ferguson menjadi finalis kontes fotografi dan dipajang Galeri Foto Nasional Australia.
Beberapa kalangan rakyat Australia geram atas penolakan Presiden Joko Widodo dalam memberi grasi kepada dua terpidana mati kasus narkoba asal Australia, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.
Penolakan itu kemudian berujung pada eksekusi di Nusakambangan, pada Rabu (29/04) dini hari WIB.
Kematian Chan dan Sukumaran disambut dengan kesedihan di Australia. Sejumlah orang menggelar acara duka cita, sebagian lainnya menciptakan laman khusus di jejaring media sosial untuk mengenang kedua figur tersebut.
Bahkan ada pula yang mencetuskan gerakan memboikot Indonesia dalam perjalanan liburan.
Dianggap mengada-ada
Karena foto Jokowi dicopot kini ada bagian yang kosong pada panel yang seharusnya diisi foto presiden Indonesia itu.
Adam Ferguson -sang fotografer yang mengabadikan foto tersebut- mengatakan keputusan pencopotan gambar Presiden Jokowi ialah sebuah kesalahan.
Dia menambahkan seharusnya pihak Galeri Foto Nasional membiarkannya berada pada tempatnya semula.