TRIBUNNEWS.COM, AUSTRALIA - Sejumlah media di Australia melaporkan insiden yang terjadi di Univesitas Swinburne, Melbourne.
Seorang dosen psikologi di universitas itu sempat melarang mahasiswa asal Indonesia masuk ke kelasnya menyusul eksekusi mati terhadap Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
Seperti yang dilaporkan harian Daily Mail Australia, Radio 3AW, dan situs 9 News, insiden ini berlangsung pada hari Rabu (29/4/2015) siang, beberapa jam setelah duo "Bali Nine" itu menjalani eksekusi mati mereka.
Dr Julian Oldmeadow, dosen psikologi Universitan Swinburne telah meminta agar mahasiswa asal Indonesia tidak masuk ke kelasnya pada hari itu.
Saat ABC meminta konfirmasi atas kabar ini, pihak universitas hanya mengutip pernyataan Dr Oldmeadow.
"Di awal kelas, kemarin [hari Rabu], saya menyatakan keberatan atas eksekusi yang dilakukan terhadap Andrew Chan dan Myuran Sukurmaran di Indonesia pada dini hari. Saya ingin menyampaikan duka, kesedihan, kemarahan sebagai warga Australia dan orang biasa," tulis Dr Oldmeadow.
"Saya memilih melakukannya dengan menyatakan keberatan saya di kelas, dan mengatakan bahwa saya akan meminta mahasiswa asal Indonesia untuk tidak menghadiri kelas saya itu," tambah Oldmeadow.
Dr Oldmeadow mengaku tindakannya tersebut berdasarkan alasan politik, dan bukan didasari rasialisme.
Salah seorang mahasiswa yang hadir di kelas tersebut, Jennifer Stargatt menyampaikan pernyataannya kepada Radio 3AW. "Saya sangat terkejut. Saya sebenarnya muak, sangat tidak nyaman," ujar Stargatt.
"Saya merasa bahwa hal tersebut sangat mengerikan dan apa jadinya kalau ada mahasiswa Indonesia di kelasnya tersebut," tambahnya.
Sepengetahuan Stargatt tidak ada mahasiswa Indonesia yang sejak awal masuk ke kelas psikologi yang diasuh Dr Stargatt.
Sementara itu pihak Swinburne University membenarkan insiden yang terjadi, lewat pernyataan yang diberikan kepada ABC.
"Universitas memperlakukan semua keluhan siswa secara serius dan kami secara resmi menyelidiki masalah ini. Jelas bahwa Swinburne University menyambut semua mahasiswanya, yang harus dihormati dan didukung dalam kegiatan akademis mereka," kata seorang juru bicara universitas.
Ternyata, Dr Oldmeadow juga telah meminta maaf atas tindakannya ini.
"Saya meminta maaf karena telah meminta mahasiswa Indonesia untuk tidak datang ke kelas saya, hari itu. Kami berbagi kesedihan dan kesakitan dengan mahasiswa Indonesia, yang juga menanggung malu atas [tindakan] pemerintahnya," tulis Dr Oldmeadow.
"Sudah jelas bahwa respon kita bisa saja tidak setuju dengan apa yang dilakukan pemerintah dan presiden, tetapi tidak bisa meminta tanggung jawab mahasiswa atau meluapkan emosi negatif kepada mereka," tambahnya.
"Karenanya saya saya memintaa maaf kalau tindakan ini berkesan diskriminatif. Saya menyesal mengatakan hal tersebut," Oldmeadow menegaskan. (Ervan Handoko/Kompas.com)