TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikata memastikan sedang menyelidiki adanya dugaan korupsi oleh Sepp Blatter yang kini sudah resmi mengundurkan diri sebagai Presiden FIFA. Hal ini diungkap oleh laporan media Amerika Serikat.
Para pejabat AS mengatakan kepada surat kabar New York Times bahwa mereka mengharapkan kerja sama dari tujuh petinggi FIFA, yang kini menjadi terdakwa atas tuduhan pemerasan dan pencucian uang, untuk menggugat Blatter.
Sebelumnya, badan penyelidik federal (FBI), badan perpajakan (IRS), dan Jaksa Distrik Timur New York, tidak mau berkomentar secara resmi apakah pengunduran diri Blatter dari FIFA berkaitan dengan penyelidikan terhadapnya.
Dalam pengunduran dirinya pada Selasa (02/06), Blatter yang berusia 79 tahun menyerukan penggelaran kongres luar biasa FIFA untuk memilih presiden baru secepat mungkin.
Pria yang telah menjabat presiden FIFA sejak 1998 itu mengatakan pemilihan penggantinya harus dilakukan sesuai dengan peraturan FIFA. Kongres luar biasa ini diperkirakan akan berlangsung dalam kurun Desember 2015 dan Maret 2016.
Blatter, yang berusia 79 tahun, telah menjabat presiden FIFA sejak 1998 lalu.
Penyelidikan
Investigasi korupsi di tubuh FIFA oleh aparat AS berujung pada penahanan tujuh petinggi organisasi sepak bola itu di Zurich. Dua di antara mereka ialah wakil presiden FIFA. Mereka kini menunggu proses ekstradisi ke AS.
Tuduhan korupsi selanjutnya mengarah ke Sekretaris Jenderal FIFA Jerome Valcke. Dia dituding menyalurkan dana suap sebesar US$10 juta (Rp 131 miliar) kepada sejumlah petinggi FIFA lainnya.
Dana itu dibagikan menjelang lelang tuan rumah Piala Dunia 2010 yang belakangan dimenangi Afrika Selatan. Valcke menolak semua tuduhan terhadapnya.
Sebuah investigasi terpisah oleh pihak Swiss menyelidiki pelelangan tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022 juga sedang dilangsungkan.
Departemen Hukum AS mengatakan para petinggi FIFA menerima suap dan sogokan yang diperkirakan lebih dari US$150 juta (Rp1,9 triliun) dalam jangka waktu 24 tahun.