TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Milisi ISIS dikabarkan telah menggunakan senjata kimia dalam memerangi etnis Kurdi baik di Suriah maupun di Irak.
Temuan dua organisasi internasional tersebut menyebutkan bahwa ISIS mengembangkan persenjataan mereka dimana mereka memasukan bahan kimia klorin, dan lainnya ke dalam bom rakitan (IED) buatan mereka.
Kedua organisasi internasional yang berbasis di Inggris yaitu Penelitian Konflik Persenjataan (CAR) dan Penelitian Sahan telah mengirimkan tim untuk menyelidiki informasi tersebut.
Sekembalinya dari sana mereka melaporkan dua insiden penggunaan senjata kimia di provinsi Hasakah, utra Suriah, di mana ISIS terlibat kontak senjata dengan milisi YPG Kurdi.
Insiden ke tiga terjadi di Mosul, utara Irak, dimana sebuah mortir 120 mm yang ditembakan ke arah pemberontak Kurdi namun tak berhasil meledak didapati memuat zat kimia di dalamnya.
CAR mengatakan ini adalah pertamakalinya penggunaan senjata kimia oleh ISIS untuk menghajar milisi Kurdi dan warga sipil berhasil didokumentasikan.
James Bevan, Direktur Eksekutif CAR, mengatakan timnya mengunjungi lokasi serangan Mosul Dam seminggu setelah serangan terjadi.
Ia mengatakan meskipun sudah berselang lama, cairan kimia berwarna kuning yang merembes keluar dari mortir yang tak berhasil meledak tersebut memancarkan bau busuk yang sangat kuat.
"Akibatnya, anggota tim investigasi mengalami sakit kepala dan mual ketika mendekati proyektil tersebut," tuturnya, seperti dikutip dari CNN, Senin (20/7/2015).
Ia mengatakan gejalan yang dialami oleh anggota tim merupakan ciri-ciri paparan zat kimia klorin.
Saat ini, proyektil beserta isinya dibawa untuk pengujian lebih lanjut oleh Pemerintah Daerah Kurdi.
Baik CAR dan Penelitian Sahan juga menyelidiki proyektil yang mendarat di Suriah utara yaitu di Tel Brak dan Hasakah.
Bevan mengatakan pasukan ISIS menenembakan berbagai macam proyektil kepada pos penjagaan Unit YPG Kurdi pada 28 Juni 2015.
Akibat dari ledakan proyektil tersebut adalah hilangnya fokus, kesadaran dan dalam beberapa kasus, nyeri dari bagian pinggang ke bawah sementara hingga kelumpuhan lokal.
Sembilan hari kemudian, ketika para peneliti meneliti fragmen amunisi di Tel Brak, mereka menemukan residu kimia yang masih berbau tajam dan menyebabkan rasa pekat di tenggorokan dan iritasi mata.
Di sebuah rumah sakit di Qamishli, beberapa milisi yang terluka dinyatakan positif terpapar PH3, bahan kimia berbasis fosfin yang digunakan sebagai insektisida.
Pada hari yang sama dengan serangan Tel Brak, sebuah rumah di Hasakah dilanda roket yang berisi cairan kimia dengan residu berwarna hijau zaitu gelap. Proyektil ditembakkan dari sebuah desa, sekitar empat kilometer jauhnya yang berada di bawah kendali ISIS.(CNN)