News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Imigran Banjiri Eropa

Inilah Negara-negara yang Sudah dan Belum Menampung Pengungsi Suriah

Penulis: Ruth Vania C
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM - Krisis ledakan pengungsi Suriah akhir-akhir ini menyedot perhatian masyarakat dunia. Apalagi setelah marak debat soal negara-negara Eropa yang mulai menolak tambahan imigran dan negara-negara kaya Arab yang dikatakan belum menerima seorang pun pengungsi.

Jadi, negara-negara apa yang sebenarnya sudah dan belum menerima pengungsi Suriah? Negara-negara apa yang menolak ajakan untuk menampung pengungsi Suriah?

Menurut data yang diperoleh dari Amnesty International dan sejumlah media asing, ada lima negara yang menerima pengungsi Suriah dengan jumlah terbanyak.

Di antaranya adalah Turki (1,9 juta orang), Lebanon (1,2 juta orang), Yordania (650.000 orang), Irak (249.463 orang), dan Mesir (132.375 orang).

Sedangkan, negara-negara lain yang juga dikatakan sudah atau akan menerima pengungsi adalah Jerman, Swedia, Romania, Serbia, Yunani, Italia, Amerika Serikat, Australia, Prancis (baru rencana), dan Inggris (baru rencana).

Lalu, ada negara-negara yang digarisbawahi oleh Amnesty International karena belum sama sekali menampung atau berencana menampung pengungsi Suriah.

Mereka adalah kelompok negara kaya Arab, yaitu Qatar, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Kuwait, dan Bahrain, juga negara-negara lain yang tercatat memiliki pendapatan tinggi, seperti Rusia, Jepang, Singapura, dan Korea Utara.

Di sisi lain, ada pula negara-negara Eropa yang dikatakan menolak untuk menerima pengungsi dan ikut berpartisipasi dalam rencana Uni Eropa memberlakukan sistem kuota darurat, demi menyambut lebih banyak pengungsi.

Negara-negara itu adalah Hungaria, Ceko, Slovakia, dan Denmark.

Sebelumnya diberitakan, 

Letak Suriah berdekatan dengan negara-negara Arab Teluk, yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Oman, Bahrain, dan Kuwait.

Namun, para pengungsi Suriah selama beberapa tahun terakhir justru menyeberang ke Lebanon, Jordania, dan Turki. Kini mereka pergi lebih jauh lagi, Eropa.

BBC pekan lalu melaporkan, kemakmuran dan kedekatan negara-negara Arab Teluk dengan Suriah telah menimbulkan banyak pertanyaan soal apakah mereka punya kewajiban lebih besar ketimbang negara-negara Eropa. Pertanyaan itu muncul dalamhashtag #Welcoming_Syria's_refugees_is_a_Gulf_duty di media sosial Twitter berbahasa Arab.

Sebuah laman Facebook bernama The Syrian Community in Denmark berbagi video yang menggambarkan pengungsi diperbolehkan masuk Austria lewat Hongaria, dan membuat pengguna lain bertanya, "Mengapa mereka kabur dari wilayah saudara-saudara kita sesama Muslim, yang seharusnya lebih bertanggung jawab, ketimbang ke negara-negara yang mereka sebut sebagai "negara kafir"?" Pengguna lain menjawab, "Saya bersumpah atas nama Allah yang Maha Perkasa, orang-orang Arab itulah yang kafir."

BBC juga mengutip harian Makkah yang bahkan menerbitkan kartun, yang juga disebarkan lewat media sosial. Kartun itu memperlihatkan seorang pria berbaju tradisional dari negara Teluk.

Dia melihat ke sebuah pintu berpagar kawat berduri dan menunjuk pintu lain berbendera Uni Eropa sambil berkata, "Kenapa kamu tak mengizinkan mereka masuk? Dasar orang-orang tidak sopan!?" Kartun ini secara jelas menyindir keras sikap pemerintah negara-negara Teluk.

Namun, benarkah negara-negara Teluk tidak peduli dengan penderitaan tetangganya. 

The Sydney Morning Herald (SMH), Kamis (10/9/2015), melaporkan bahwa sesungguhnya negara-negara itu telah berada di antara para donor terbesar dunia untuk membantu para pengungsi Suriah.

Bantuan-bantuan mereka disalurkan melalui badan-badan PBB dan badan amal swasta.

Dengan GDP tahunan yang jika digabung mencapai sekitar 2 triliun dollar AS untuk populasi kolektif kurang dari 55 juta jiwa, negara-negara itu sangat mampu untuk bermurah hati.

Namun, negara-negara Teluk juga harus mempertahankan keputusan mereka, yaitu tak ada pemukiman kembali buat pengungsi Suriah.

SMH mengutip Amnesty International yang mengatakan bahwa negara-negara Teluk "karena kedekatan geografis, hubungan sejarah dengan Suriah, dan potensi integrasi yang relatif mudah karena punya kesamaan bahasa dan agama, harus melakukan kontribusi yang signifikan terhadap pemukiman kembali para pengungsi Suriah." 

Lembaga itu mencatat negara-negara berpenghasilan tinggi lainnya, seperti Rusia, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan, juga menetapkan kebijakan tidak ada opsi pemukiman kembali bagi para pengungsi. 

Kuwait sejauh ini merupakan donor paling dermawan dengan memberikan hampir sepertiga dari semua bantuan yang dijanjikan untuk krisis Suriah melalui PBB, atau sebesar 800 juta dollar AS sejak 2012. Sementara UEA telah memberikan 364 juta dollar AS, tulis Jane Kinninmont, peneliti senior di Progam Timur Tengah dan Afrika Utara di Chatham House, Selasa (8/9/2015), seperti dikutipSMH.

Masih menurut Kinninmont, jumlah itu memang kecil dibanding bantuan Inggris sebesar 1 miliar dollar AS atau sebanyak 3 miliar dollar, tetapi angka itu jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan PDB negara bersangkutan.

"Ini bukan isu spesifik tentang permusuhan terhadap pengungsiSuriah: enam monarki Teluk itu tidak pernah menandatangani konvensi internasional tentang hak-hak pengungsi dan orang yang tidak punya kewarganegaraan," tulis Kinninmont.

Kendati demikian, negara-negara Teluk pernah menerima mereka yang melarikan diri dari perang dan penganiayaan. Walaupun mereka tidak pernah disebut sebagai pengungsi, banyak warga Palestina, Lebanon, dan Yaman tinggal di Teluk setelah mengungsi dari konflik di negara mereka sendiri, kata Sultan Sooud al-Qassemi, pengamat Teluk dan Media Labs Director's Fellow di Massachusetts Institute of Technology.

"Ada juga preseden di mana negara-negara Teluk menerima pengungsi," tulisnya di International Business Times. "Seperempat abad lalu, ratusan ribu warga Kuwait diberi perlindungan di Teluk setelah invasi ... Saddam Hussein."

"Kuwait telah memberikan izin tinggal jangka panjang bagi 120.000 warga Suriah. Itu berarti, mereka tidak akan diminta meninggalkan negara itu jika status legalnya berakhir," kata al-Qassemi.

Uni Emirat Arab telah melakukan hal yang sama terhadap 242.000 warga Suriah. Namun, Michael Stephens, peneliti studi Timur Tengah di Royal United Services Institute, kepada Fairfax Mediamengatakan, memberikan izin bagi pekerja terampil berbeda dengan menawarkan tempat yang aman bagi para pengungsi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini