Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JEDDAH - Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin mengaku sedih saat melihat sejumlah tenda di Arafah ambruk hanya diterpa angin yang tidak terlalu besar.
Memang saat akan melakukan wukuf, malam harinya, Selasa (22/9/2015) wilayah Arafah diterpa badai angin sekitar kurang lebih satu jam setelah waktu isya. Angin memang saat itu bertiup lumayan kencang tetapi tidak sekencang saat terjadi badai pasir di Jeddah atau saat peristiwa jatuhnya crane.
"Saya amat sangat sedih, saya temui tenda roboh pada malam menjelang wukuf di Arafah. Padahal angin saat itu tidak bertiup terlalu kencang seperti saat badai yang merobohkan crane," kata Lukman di Jeddah, Kamis (1/9/3015).
Memang saat itu, ada beberapa tenda yang roboh di sejumlah maktab di Arafah. Robohnya tenda diakibatkan kurang kokohnya keberadaan tenda yang didirikan pihak muassasah.
Tidak hanya itu, Lukman pun menyayangkan padamnya aliran listrik saat jemaah sedang menjalankan wukuf di Arafah. Cukup lama saat itu listrik padam akibatnya air cooler serta penerangan di tenda jemaah pun terganggu. Walhasil banyak jemaah yang kepanasan sehingga tidak tahan dengan panasnya suhu udara di Arafah hingga ada beberapa jemaah yang wafat akibat panasnya suhu udara di Arafah.
"Kita sudah membuat surat resmi kepada pihak Arab Saudi mengenai kondisi tersebut, dan meminta supaya tenda di Arafah dibuat permanen seperti di Mina," katanya.
Tidak hanya itu, Lukman pun mengusulkan agar di Arafah dibuat pembangkit listrik tersendiri supaya bisa mengaliri listrik dalam jumlah besar ke tenda-tenda jemaah di Arafah. Tidak seperti saat ini yang hanya menggunakan generator untuk asupan listrik ke tenda jemaah.
Ia pun mengusulkan supaya tidak ada lagi jemaah yang menempati Minajadid dimana lokasi tersebut sangat jauh dari jamarat serta letaknya masih menjadi perdebatan apakah masuk wilayah Mina atau tidak. Untuk menampung jemaah di wilayah yang tidak jauh dari Jamarat, maka Lukman mengusulkan agar tenda-tenda di Mina bisa ditingkatkan sehingga seluruh jemaah berada di wilayah Mina.
Selain itu waktu atau jadwal melepar jumrah pun harus diawasi secara ketat supaya tidak terjadi penumpukan arus jemaah yang mengakibatkan seperti kejadian Mina 24 September 2015 lalu.
Lukman pun memiliki ide untuk mengetahui keberadaan jemaah, tanda pengenal jemaah dalam bentuk gelang ke depan harus dipikirkan dipasang cip di dalamnya sehingga posisi jemaah bisa diketahui dengan mudah melalui GPS.
"Dengan seperti itu kita bisa memonitor keberadaan jemaah berada di mana," katanya.