News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jaringan Kelompok ISIS

NATO Desak Rusia Hentikan Serang Oposisi Suriah

Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Samuel Febriyanto

TRIBUNNEWS.COM, SURIAH - NATO memperingatkan Rusia menghentikan serangan udara mereka di Suriah, karena menyebabkan jatuhnya korban di kalangan masyarakat sipil.

Sejak Rabu pekan lalu, pesawat tempur Rusia melancarkan serangan udara terhadap target-target yang menurut Moskow, jadi pusat persembunyian kelompok radikal Negara Islam Suriah dan Irak di utara Suriah.

Namun negara-negara Barat menuding Moskow menggunakan serangan tersebut untuk memukul kelompok oposisi Presiden Suriah, Bashar al-Assad.

Setelah mengadakan pertemuan darurat bersama 28 negara anggota, NATO menyerukan Rusia untuk segera menghentikan serangan militer terhadap kelompok oposisi dan warga sipil Suriah. NATO juga memperingatkan Rusia atas pelanggaran wilayah udara Turki.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), John Kerry, mengatakan insiden itu mempertaruhkan terjadinya eskalasi konflik lebih serius.

"Kami sangat prihatin tentang hal itu, karena justru hal seperti itu bisa direspon oleh Turki yang memiliki hak untuk menjatuhkannya (pesawat tempur Rusia)," ujar Kerry seperti dilansir Channelnewsasia.com, Selasa (6/10/2015).

Rusia bagaimanapun menganggap enteng insiden itu dan mengatakan bahwa salah satu pesawat tempur mereka terpaksa memasuki wilayah udara Turki dalam waktu singkat untuk menghindari cuaca buruk.

"Tidak perlu untuk mencari beberapa teori konspirasi," dikutip dari pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia.

Turki dan Rusia diketahui berada dalam sisi berlawanan dalam menyikapi konflik Suriah, di mana Moscow merupakan sekutu dari rezim Assad, sementara Ankara menjadi pendukung kelompok oposisi rezim Assad.

PBB memperingatkan risiko intervensi militer di wilayah udara Suriah.

"Ini menciptakan situasi yang penuh dengan bahaya dan sangat rentan, seperti kami telah melihat pada isu pelanggaran wilayah udara dengan Turki," kata juru bicara PBB, Stephane Dujarric. Channelnewsasia.com

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini