Tewasnya bayi Ali juga memperlihatkan fenomena semakin tumbuh dan berkembangnya gerakan ekstremis Yahudi di Israel.
Fenomena ini terjadi di semua lapisan masyarakat di Israel di tengah ketidakberdayaan pemerintahan Israel yang dipimpin PM Benjamin Netanyahu menghadapi fenomena ekstremis Yahudi itu.
Bahkan, kini di Israel muncul istilah "NIIS Yahudi". Istilah ini merujuk pada sikap ekstrem yang mulai merajalela di tengah masyarakat Israel, sama seperti sikap ekstrem kelompok NIIS (Negara Islam di Irak dan Suriah).
Ada kelompok ekstremis Yahudi yang memaksa toko-toko tutup pada hari Sabtu yang merupakan hari libur bagi kaum Yahudi. Mereka juga menyerang kendaraan yang melintas pada Sabtu karena dianggap tidak menghormati hari libur Yahudi.
Ada pula kelompok ekstremis Yahudi yang hanya mau belajar dari kitab Taurat (kitab suci Yahudi) dan menolak belajar ilmu modern. Muncul juga kaum ekstremis perempuan Yahudi yang menutup seluruh tubuhnya, kecuali kedua telapak tangannya.
Pemerintahan PM Netanyahu terpaksa bermain mata dengan kaum ekstremis Yahudi, mengingat koalisi pemerintahannya berintikan partai kanan dan berbasis agama, seperti Partai Shas, Jewish Home, dan United Torah Judaism.
Tidak mengherankan, Netanyahu pun menginstruksikan petugas keamanan mengawal ekstremis Yahudi yang ingin mendobrak kompleks Masjid Al Aqsa saat berlangsungnya hari raya Yahudi belum lama ini. Warga Palestina, khususnya di kota Jerusalem timur, yang menyaksikan langsung aksi ekstremis Yahudi di Al Aqsa mencoba melawan.
Di tengah situasi tersebut, warga Palestina merasa sendirian. Otoritas Palestina sudah tidak memiliki nyali lagi untuk memegang komando gerakan perlawanan Palestina di lapangan.
Posisi politik Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas kini sangat lemah karena buntunya proses perdamaian Israel-Palestina.
Keberadaan dan pengaruh kelompok Hamas, yang sering mengumandangkan perlawanan terhadap Israel, sangat terbatas di wilayah Tepi Barat dan Jerusalem timur. Bahkan, di Jalur Gaza pun, Hamas sudah tidak sekuat dulu.
Mereka ditekan oleh Mesir setelah penggulingan Presiden Muhammad Mursi pada 3 Juli 2013.
Negara-negara Arab kini juga sedang tidak menjadikan isu Palestina sebagai prioritas. Mereka lebih sibuk menghadapi ekspansi pengaruh Iran dan intervensi militer Rusia di Suriah.
Hal itu merupakan kenyataan pahit yang sekarang harus dihadapi rakyat Palestina, di tengah kaum ekstremis Yahudi yang merasa semakin kuat. Kondisi ini membuat solusi dua negara (two-state solution) terasa kian jauh dan ibarat mimpi saja.
(MUSTHAFA ABD RAHMAN)