TRIBUNNEWS.com, JAKARTA - 'Jangan menyerah atas impianmu, impian memberimu tujuan hidup.' Kutipan dari Presiden ke-3 RI BJ Habibie ini tampaknya cocok jika dialamatkan kepada pria bernama Max Agung Pribadi.
Betapa tidak, berbekal semangat meraih impian, jurnalis asal Indonesia tersebut sukses bersepeda solo alias sendiri menaklukkan perjalanan dari Srinagar, negara bagian Jammu, Kashmir, sampai Manali, negara bagian Himachal Pradesh, India, dan melalui Pegunungan Himalaya atau yang kerap disapa jalur Trans Himalaya-Kashmir.
"Saya start bersepeda dari Srinagar pada 30 September 2015 dan finis di Manali 14 Oktober 2015. Total saya menempuh 14 hari perjalanan," tutur Max saat dihubungi TRIBUNNEWS.com, Kamis (22/10/2015).
Saat perjalanan, Max sempat mendirikan tenda di ketinggian 5.150 meter di tengah padang salju dengan suhu minus 10 derajat Celcius dan diterjang angin kencang saat mendaki Rohtang La di ketinggian 3.950 m, puncak terakhir yang didaki sebelum sampai Manali.
"Merah Putih berhasil dikibarkan di titik-titik tinggi jalur Trans Himalaya-Kashmir ini, seperti di Fotu La di ketinggian 4.100 meter, Taglang La di ketinggian 5.328 meter, Lachulung La di ketinggian 5.059 meter, Nakee La di ketinggian 4.700 meter, dan Baralacha La di ketinggian 4.950 meter," kata Max.
"Sesudah Leh, perjalanan mendaki daerah dengan ketinggian rata-rata diatas 4.200 meter. Kegiatan high altitude cycling ini sungguh menguras energi, baik fisik dan mental," ujar Max mengisahkan perjalanannya.
Max mengatakan high altitude cycling alias bersepeda di ketinggian termasuk tidak lazim di Indonesia.
Kata Max, seorang legenda pesepeda jarak jauh yang tinggal di Bandung, Paimo Bambang Hertadi Mas, itu sudah mencobanya.
Persiapan ekspedisi Trans Himalaya-Kashmir 2015 dilakukan Max selama satu tahun.
Selama ekspedisi, banyak tantangan yang menerpa Max. Sebut saja cuaca dan ketinggian ekstrem di pegunungan Himalaya-Kashmir.
"Saya naik sepeda kayak naik gunung salju karena cuaca dan ketinggian ekstrem. Saya bawa peralatan seperti mau naik gunung," ujar pria berkepala plontos tersebut setengah berkelakar.
Perjalanan itu pun berisiko bagi Max. Karena terlalu lama terpapar suhu ekstrem, imbuh Max, semua jari kakinya terkena radang beku.
"Belum sampai frostbite alias menghitam dan harus diamputasi. Tapi syaraf permukaan sudah kena. Jadi sekarang sedang pemulihan. Rasanya nyeri dan kebas. Tapi ya itu risiko prajurit tempur. Soalnya, saya main di ketinggian 4.000 sampai 5.000 meter lebih," terang Max.
Beruntung, selama ekspedisi, kata Max, dirinya didukung anggota keluarga besar Mahitala Universitas Parahyangan dan Rumah Sakit Siloam yang menyediakan obat-obatan. Termasuk pula, Duta Besar RI di India, Rizali Indrakesuma.
"Saya diterima dan diladeni dengan baik sekali sama mereka. Di New Delhi, misalnya, saya disambut Dubes RI untuk India Bapak Rizali Indrakesuma dan menginap di Wisma Tamu KBRI. Kejutan karena gak nyangka akan diakomodir kedubes," tutur Max.
Apa cuma Max pesepeda Indonesia satu-satunya yang menaklukkan jalur Trans Himalaya-Kashmir?
"Kayaknya belum ada. Kayaknya baru 'orang gila' ini," jawab Max sembari berkelakar.
Yang terang, menurut Max, pendakian ini menjadi perjalanan spiritual. "Sebab, aku sama sekali tidak bisa mengandalkan diriku semata. Perjalanan itu seperti menguji imanku pada Yang Kuasa, yang menjamin dan menjagaku sepenuhnya agar tetap bisa jalan," ujar Max.
"Apalah artinya aku di antara gunung-jurang yang maha besar, yang besarnya begitu dahsyat, yang tidak masuk dalam skala ukur buatan manusia," kata Max menutup pembicaraan.(ras)