Tiap kali ia harus melalui pemeriksaan ketat militer Israel kala mengirimkan logistik sederhana dan mobil dari pelabuhan melalui pos pemeriksaan militer ke tepi Barat.
Dia pun menghindari bepergian ke luar negeri karena prosedur keamanan yang sangat menyulitkannya bisa meninggalkan tepi Barat.
Peugeot Palestina mempekerjakan sekitar 120 orang. Kata dia jumlah ini turun dari 200 pekerja kala tahun 1990-an.
Penjualan pun, dia berkata, benar-benar jatuh ke hampir ketika pecahnya konflik di Tepi Barat di akhir tahun 2000.
Meskipun sulit, tahun lalu ia masuk dalam jajaran dealer terbaik.
"Di sini di negara ini kita tidak punya rencana. Satu-satunya aturan adalah untuk tidak memiliki rencana," katanya sambil tertawa masam.
Abu Shusheh telah menghabiskan sebagian besar kehidupannya dalam dunia bisnis.
Dia juga berterimakasih kepada ayahnya yang sangat membantunya sepanjang tahun-tahun awalnya dalam bisnis konstruksi jalan.
Delapan belas tahun yang lalu, dia dan suaminya mewarisi bisnis itu. Dan bisnis itu berkembang.
Dan berkat perjanjian Oslo Accord pun terbuka pintu bagi Palestina untuk mengimpor dan mengekspor barang-barang mereka sendiri.
Keputusan itu membuatnya dan suaminya mulai menjadi distributor Peugeot di Ramallah pada tahun 1996.
Dia juga membantu mendorong agar forum pengusaha Palestina memberikan dukungan bagi perempuan sebagai pengusaha di Ramallah.
"Pesan saya lebih ekonomis dibanding sosial," katanya.
"Saya percaya perempuan Palestina hanya ingin dorongan dan mungkin lebih dari dorongan--mereka membutuhkan pelatihan, mereka membutuhkan pengetahuan."
"Saya percaya pada kekuatan perempuan, saya percaya mereka memiliki kekuatan dan kemampuan dan potensi untuk melakukan sesuatu yang mereka ingin lakukan."