TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON DC - Siapa sangka ternyata salah seorang anggota tim penasihat keamanan Presiden AS Barack Obama adalah seorang perempuan Muslim berjilbab.
Perempuan itu adalah Rumana Ahmed. Dia adalah satu dari enam warga Muslim Amerika yang bekerja di Gedung Putih.
Hebatnya, Rumana bekerja di bawah kendali penasihat keamanan Presiden Obama, Ben Rhodes.
Artinya, Rumana tak asing dengan berbagai informasi rahasia terkait berbagai permasalahan keamanan di Amerika Serikat.
Rumana adalah seorang perempuan yang penuh energi dan dia adalah pegawai senior yang bekerja untuk penasihat keamanan Presiden Obama.
Rumana Ahmad: I'm at the White House & I never hear from US Muslims there; only see their concerns when I open my FB. pic.twitter.com/DknhxsnIfH
— Ingrid Mattson (@IngridMattson) August 30, 2014
Rumana lahir di Gaithersburg, pinggiran kota Washington DC dari pasangan suami istri keturunan Banglades.
Awalnya Rumana tak pernah bercita-cita bekerja di lingkungan pemerintahan. Namun, semua berubah pada 2008, saat menyaksikan Obama, yang saat itu masih bestatus kandidat, menyuarakan harapan dan perubahan.
Pesan Obama itu terngiang-ngiang di telinga Rumana yang kemudian membawanya berkarier sebagai pegawai negeri sekaligus pelayan publik.
Dia pertama kali bekerja sebagai karyawan magang di Gedung Putih pada 2008 di bagian korespondensi kepresidenan.
Dia kemudian dipromosikan menjadi staf di kantor urusan keterlibatan publik, masih di lingkungan Gedung Putih.
Di tempat kerjanya ini, Rumana terlibat dalam program "Champions of Change" yang menurutnya terkait dengan kehidupan sehari-hari warga AS.
"Tujuannya adalah mengangkat warga biasa Amerika, misalnya membantu kampanye untuk mencegah kekerasan senjata api atau masalah layanan kesehatan," ujar Rumana.
"Program ini juga ingin membawa masyarakat secara bersama-sama saling berbagi sumber daya dan kemampuan," lanjut dia.
Selama bekerja di Gedung Putih, Rumana bertemu banyak orang yang terlibat dalam banyak hal. Kemampuan yang diperolehnya di Gedung Putih sangat membantu Rumana dalam hubungannya dengan komunitas Muslim Amerika.
"Semua sangat menyenangkan. Sebab tujuannya adalah untuk mengangkat dan mempersatukan warga. Misalnya dalam acara buka puasa dengan presiden tahun lalu," ujar Rumana.
Saat ditanya apalah sebagai Muslim, Rumana pernah mendapatkan diskriminasi di Amerika, dia menjelaskan pernah mengalami pelecehan tak lama setelah tragedi 11 September.
"Saat itu saya baru mulai mengenakan jilbab dan saya berhasil melalui semua pelecehan dan diskriminasi. Sejujurnya, saya tak mempermasalahkan itu semua," lanjut dia.
Rumana melanjutkan, dia malah bangga mengenakan jilbab dalam kesehariannya, terutama saat bekerja di Gedung Putih.
"Saya justru merasa sangat berdaya dengan mengenakan jilbab. Sebab, banyak orang datang dan bertanya soal pandangan saya akan sesuatu karena mereka tahu saya memiliki pandangan yang berbeda," tambah dia.
Meski demikian, Rumana sempat tak percaya bahwa dia bisa bekerja di Gedung Putih, tempat orang nomor satu di AS berada.
"Awalnya, saya tak percaya saya berada di dalam Gedung Putih. Saya merasa semua orang mengawasi saya," kenangnya.
Namun, dalam perjalanannya, Rumana menyadari semua orang yang bekerja di Gedung Putih tidak mempermasalahkan cara dia berpakaian.
"Mereka menganggap saya sama dengan orang lainnya. Ben (Rhodes), atasan saya, memberi saya kesempatan berbicara di depan presiden," katanya lagi.
Rumana menambahkan, pekerjaannya di Gedung Putih adalah simbol bahwa pemerintah Amerika mendukung keberagaman di negeri itu, termasuk di dalamnya keberadaan umat Muslim.
Sementara itu Ben Rhodes mengatakan, sosok Rumana Ahmed adalah salah satu contoh kisah sukses khas Amerika.
Dia menambahkan, Rumana adalah contoh sempurna yang mewakili nilai-nilai yang dianut Amerika Serikat.
"Saya sangat mengandalkannya setiap hari dan dia sangat mendukung pekerjaan kami setiap hari. Mulai dari dukungan untuk kewirausahaan global hingga keterlibatan kami dengan komunitas Muslim, dari menyeimbangkan Asia hingga normalisasi hubungan dengan Kuba," papar Rhodes.
Rumana, lanjut Rhodes, adalah sosok yang sangat menghargai negara dan kepercayaannya serta menunjukkan bahwa mencintai keduanya, negara dan kepercayaan, bisa berjalan beriringan.
"Selain itu, dia juga sangat peduli untuk memberi contoh bagi orang lain, khususnya para pemuda Muslim yang masih mempertanyakan posisi mereka di Amerika," pungkas Rhodes.
Penulis: Ervan Hardoko
Sumber : Al Arabiya