Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Para pecinta mobil sepakat kalau mobil sedan Mazda sebenarnya punya potensi di Indonesia, setidaknya dari stylenya dan nama brand yang sudah ada sekitar 40 tahun di Indonesia.
Namun mengapa Mazda akhirnya bisa lepas dari Indonesia?
"Dulu bersama Indomobil Mazda sempat membuat MR90 yang jadi impian agar bisa menjadi mobil nasional (Monas) di Indonesia," kata sumber Tribunnews.com, Sabtu (22/10/2016).
Lalu proyek Mobnas ini dibawa Jepang ke forum internasional badan perdagangan dunia (WTO). Hasilnya Indonesia kalah dan berdampak cukup besar yaitu harus membuka kran impor mobil Jepang ke Indonesia.
"Padahal kan seharusnya kita buat sendiri di dalam negeri, local content tinggi seperti yang terjadi sekarang ini. Bukan dengan Built-up impor jadi," lanjutnya.
Saat itu Mazda bahkan sudah punya pabrik sendiri di Indonesia bersama kelompok Indomobil. Tapi gara-gara harus impor tersebut membuat proyek Mobnas gagal dan harga Mazda jadi mahal karena harus impor.
Itulah satu penyebab kegagalan di Indonesia, harga menjadi sangat mahal karena harus impor.
Mazda kantor pusat sempat jatuh hampir bangkrut dan diambil alih oleh Ford Motor.
Pihak Indomobil pun harus mengimpor Mazda dari pabrik Ford Mazda di Thailand.
"Ngapain ngambil mobil dari Ford? Kan yang terbaik langsung dari Mazda Jepang bukan dari Ford," kata dia.
Setelah Mazda dikuasai langsung oleh perusahaan induk Jepang Mazda Motor Corporation dan di Indonesia oleh PT Mazda Motor Indonesia (MMI) tahun 2006 dan lepas sama sekali dari Indomobil, pabriknya pun hilang dan kini menjadi pabrik Suzuki milik Indomobil.
Tidak punya pabrik sendiri jelas pukulan sangat kuat menghancurkan Mazda di Indonesia, sehingga jumlah penjualan terus menurun hingga akhirnya hanya sekitar 500 unit per tahun.
Inilah penyebab kedua lepasnya Mazda aula dari Indonesia.
Januari hingga Agustus 2016 Mazda hanya berhasil menjual 4.303 unit atau turun 27 persen dibandingkan periode sama tahun 2015. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus menurun.
"Jadi penjualan sangat berpengaruh kepada Mazda di Indonesia karena pasar telah didominasi Toyota, Daihatsu, Suzuki, Nissan. Dari segi harga jauh tak bisa bersaing," kata dia.
Alasan ketiga soal harga yang tak akan bisa bersaing di Indonesia untuk sedan Mazda karena memang pasar telah dikuasai Toyota dan sebagainya.
Sudah pasti tak bisa bersaing, karena harus impor dari negeri luar, tidak diproduksi di dalam negeri Indonesia seperti zamannya rekanan Indomobil dulu.
"Terus terang saya bingung dan bertanya-tanya mengapa Karsono Kwee berani mengambil alih Mazda di Indonesia, tidak mengerti alasannya apa," kata sumber itu.
Karsono Kwee adalah pendiri Eurokars Group dan pelaku otomotif terbesar di Singapura saat ini. Pernah rekanan dengan perusahaan Indonesia menangani Volkswagen tetapi akhirnya juga gagal.
Kelompok ini juga pengimpor mobil mewah seperti Porsche, Saab, Rolls-Royce, BMW seri M, Maserati dan kaca film 3M.
Memang Mazda hanya akan mengambil pasar pecinta mobil tertentu saja dan tak akan mungkin secara massal.
Namun dengan janji tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), sampai kapan tidak diketahui, menanggung beban berat dari mantan MMI, serta kemungkinan keuntungan kecil dari penjualan Mazda di Indonesia, apakah tidak bermasalah di masa depan satu dua tahun mendatang?
Apabila bermasalah, wajarlah bagi seorang pedagang, Mazda pun akhirnya tak akan lama lagi kemungkinan dilepaskan pula mungkin oleh Eurokars.
Wajar dilepaskan dalam waktu dekat karena tarif impor bea barang mewah mobil impor completely build up (CBU) Indonesia naik dari 40 persen menjadi 50 persen (Permenkeu No.132/PMK.010/2015), di tengah kebijakan Indonesia yang menekankan peningkatan local content suku cadang mobil yang dipasarkan di Indonesia terus semakin digembar-gemborkan.
Lalu bagaimana nasib karyawan dan dealer resmi sebanyak 46 toko di Indonesia kalau Mazda benar-benar hengkang dari Indonesia nantinya?
Apa mungkin strategi Eurokars berharap dapat untung dengan menjual kembali Mazda kepada salah satu konglomerat di Indonesia, sehingga dapat untung nantinya?
"Konglomerat Indonesia pun mungkin akan berpikir 1000 kali untuk mengambil alih Mazda di Indonesia apabila tak punya pabrik sendiri, harus impor dengan pajak impor sangat besar, dan penguasaan pasar otomotif oleh Toyota yang membuat harga tertekan, sulit bersaing harga bagi Mazda sedan di Indonesia," jelas dia.
"Akhirnya juga konsumen nantinya seperti anak ayam kehilangan induk. Semoga saja tidak terjadi hal itu di masa depan," tambahnya.