Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hidup di bawah cengkraman perompak Somalia bukanlah hal yang mudah.
Ade Manurung, satu dari puluhan Anak Buah Kapal (ABK) FV. Naham 3 yang empat tahun lebih disandera perompak Somalia mengaku selain harus menghadapi perlakuan buruk para perompak, mereka juga harus menghadapi kondisi alam Afrika.
Setelah kapal tempatnnya bekerja dibajak perompak pada Maret 2012 lalu, selama satu tahun lebiih Sudirman dan sekitar 28 awak kapal FV. Naham 3 lainnya harus menjalani hidup di atas kapal, yang tertambat di perairan Somalia.
Setelah persediaan makanan habis, mereka kemudian di bawa turun ke darat.
"Di darat kami di hutan tidur dengan membangun tenda, bahannya seadanya, ada plastik kami bikin tenda," ujarnya kepada wartawan di kantor Kementerian Luar Negri (Kemenlu), Jakarta Pusat, Senin (31/10/2016).
Tidur di bawah tenda di tengah-tengah belantara Somalia bukanlah hal yang nyaman menurut pria asal Medan, Sumatera Utara itu.
Ia yang lahir dan tumbuh di Sumatera mengaku tidak biasa hidup di alam Afrika yang panas dan gersang.
Sudirman yang juga ikut disandera bersama Ade Manurung mengatakan bahwa selama disandera di darat mereka hanya di beri jatah minum kurang dari satu gelas satu hari.
Itu pun air yang diberikan adalah air yang tidak layak untuk diminum.
"Kadang-kadang ada kotoran unta di air itu, kotoran kambing. Kalau kami minumpun tubuh kami menolak. Kalau di masak malah tambah bau," katanya.
Oleh karena itu menurutnya para sandera merasa sangat senang sekali bila di lokasi mereka tinggal turun hujan.
Mereka akan membuat kolam dengan peralatan seadanya untuk menampung air. Setelahnya air tersebut mereka olah agar layak diminum.
Makanan yang diberikan oleh para perompak juga merupakan makana tidak layak.