TRIBUNNEWS.COM, DAKKA - Kementerian Luar Negeri Banglades memanggil duta besar Myanmar untuk menyampaikan kekhawatiran Dhaka terhadap operasi militer Myanmar belakangan ini.
Operasi militer selama enam minggu terakhir itu telah memaksa setidaknya 30.000 etnis minoritas Rohingya melarikan diri dari rumah mereka di negara nagian Rakhine, Myanmar.
Ribuan di antaranya menyeberang ke wilayah negara tetangga Banglades. Dhaka meminta Myanmar mengizinkan mereka pulang tanpa rasa takut dan menjamin keselamatan mereka.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan pada Rabu (23/11/2016), Kementerian Luar Negeri Banglades mengatakan telah meminta Myanmar untuk 'memastikan integritas perbatasan' dan menghentikan aliran warga dari Rakhine.
"Di balik upaya sungguh-sungguh petugas penjaga perbatasan untuk mencegah membanjirnya orang, ribuan warga negara Myanmar yang mengalami kesulitan, termasuk perempuan, anak-anak dan orang tua terus menyeberangi perbatasan masuk ke Banglades."
Ditambahkannya, ribuan orang lainnya dilaporkan berkumpul di dekat pos perbatasan. Sebagian pengungsi Rohingya tenggelam dalam upaya berlayar ke Banglades.
Meskipun melayangkan protes terhadap Myanmar, Banglades berusaha keras untuk menghentikan orang Rohingya masuk ke wilayahnya.
Banyak di antara mereka yang sudah masuk dikirim balik ke Myanmar.
Dalam gelombang kekerasan terbaru kali ini, yang merupakan kekerasan paling serius di Myanmar sejak 2012.
Minoritas Rohingya mengaku rumah-rumah mereka dibakar, perempuan diperkosa, dan banyak laki-laki dibunuh. Namun otoritas Myanmar menyangkal tuduhan itu.
Rohingya merupakan etnik minoritas yang pada umumnya beragama Islam dan tidak diterima sebagai warga negara (stateless) oleh Myanmar.
Mereka dianggap sebagai pendatang gelap dari Banglades walaupun sudah hidup di Myanmar dari generasi ke generasi.