News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kaleidoskop 2016

Donald Trump Ditolak Rakyat Amerika Serikat Namun Dimenangkan

Penulis: Ruth Vania C
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Donald Trump.

TRIBUNNEWS.COM - Bagi pebisnis real estate Donald Trump, butuh perjalanan panjang dan terjal untuk merebut posisi tertinggi di Gedung Putih.

Perjuangannya pun tak sia-sia, sebab titel "presiden terpilih AS" sudah di tangannya.

Trump menjadi satu dari sejumlah tokoh yang namanya cukup populer di tahun ini.

Bagaimana tidak, nama pebisnis itu sudah jadi langganan bahan pemberitaan sejak dirinya mengatakan akan mencalonkan diri sebagai presiden.

Belum lagi karena komentar dan perbuatan kontroversialnya semasa berkampanye.

Hal kontroversial itu kemudian memicu pandangan kontra dan negatif terhadap Trump, yang kampanyenya dianggap menyebarkan kebencian melalui kebijakan-kebijakannya yang dinilai mengintimidasi komunitas-komunitas tertentu di AS.

Belum lagi sejumlah skandal yang menyandung Trump semasa kampanye, yang makin membuat pria yang khas dengan rambut pirangnya itu terlihat kehilangan dukungan.

Namun, tetap saja Trump yang berakhir menjuarai ajang pemilihan presiden AS pada November lalu.

Ditolak
Kontroversi Donald Trump di ajang kampanye pemilihan presiden AS berawal dari kebijakannya untuk melarang muslim memasuki wilayah AS.

Menurut Trump, ide larangan itu datang setelah ia menganggap bahwa Islam berakar pada kebencian dan kekerasan.

Komentarnya itu lalu tak hanya memicu penolakan dari publik, namun juga ancaman terhadap warga AS.

Trump bahkan sempat merilis iklan kampanye terkait kebijakannya untuk melarang muslim masuk wilayah AS, yang ditayangkan perdana pada Januari.

Tak sampai di situ, Trump juga sempat menyuruh agar seorang muslimah berhijab yang ikut menghadiri acara kampanyenya dikeluarkan dari venue acara.

Sejumlah skandal juga sempat semakin menjatuhkan Trump di mata publik. Mulai dari skandal komentar cabul yang terekam dalam sebuah video, sampai skandal pelecehan seksual yang dihebohkan oleh pengakuan sejumlah perempuan yang menyebut diri mereka sebagai korban pelecehan Trump.

Hal-hal tersebut lantas mendapat respons negatif dan kebencian dari publik.

Penolakan pun datang dari warga AS, rivalnya mantan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton, Presiden AS Barack Obama, sampai Kepala Gereja Katolik Roma Paus Fransiskus.

"Orang yang hanya berpikir ingin membangun tembok pemisah, bukan jembatan, bukanlah seorang Kristen," komentar sang paus soal kebijakan Trump yang ingin membangun sebuah tembok raksasa di perbatasan AS-Meksiko.

Atas sejumlah skandal yang menyandungnya, tokoh-tokoh perempuan termasuk Ibu Negara AS Michelle Obama juga menolak Trump.

Kandidat presiden Partai Republik itu dianggap tidak layak sebagai presiden atas tutur dan perbuatannya yang dinilai seringkali merendahkan kaum perempuan.

Bahkan, istri Trump, Melania Trump, mengatakan dirinya juga tidak setuju atas komentar cabul suaminya yang sempat menjadi viral itu.

Penolakan juga datang dari pihak-pihak yang selama ini menjadi ancaman bagi warga AS, seperti kelompok-kelompok militan atau teroris yang mengatasnamakan agama untuk aksi-aksinya.

Sosok Trump sempat muncul di sebuah video rilisan kelompok cabang Al-Qaeda di Somalia, yang dibuat untuk merekrut pejihad.

kebijakan larangan muslim masuk wilayah AS yang diusung Trump itu ternyata telah dianggap sebagai sentimen rasisme dan anti-muslim yang mewakili opini AS.

Hal itu menjadikan AS sebagai target ancaman dari pihak-pihak anti-AS yang ingin menyerang negeri Paman Sam tersebut.

Tak heran, Trump kemudian sempat dianggap sebagai ancaman bagi warga AS. Warga pun mulai ketakutan akan kelanjutan Trump di ajang pemilihan presiden, sampai-sampai ide untuk pindah keluar AS menjadi populer di kalangan warga.

Pada Maret, pencarian kata kunci "Bagaimana cara pindah ke Kanada" di mesin pencari Google menjadi viral.

Melonjaknya pencarian kata kunci tersebut dikatakan berkaitan dengan kabar kemenangan Trump di pemilihan suara pendahuluan Super Tuesday bulan itu.

Namun Dimenangkan
Meski kerap ditolak dan dianggap sebagai sebuah ancaman, Donald Trump tetap berjaya di ajang pemilihan presiden.

Pencapaian Trump sudah melejit sejak masih berkompetisi dengan rival-rivalnya sesama Partai Republik.

Secara mudah, Trump mengalahkan para saingannya yang mewakili partai yang sama, sampai akhirnya berkompetisi empat mata dengan rivalnya dari Partai Demokrat, Hillary Clinton.

Trump yang akhirnya keluar sebagai kandidat calon presiden dari Partai Republik sempat menurun pamornya, terlebih ketika sejumlah skandal menyandungnya.

Kurang maksimalnya performa Trump di ajang-ajang debat calon presiden sempat membuat jatuh perolehan dukungan suara untuk Trump.

Pria berusia 70 tahun tersebut memang kerap dikecam atas penampilannya di ajang-ajang debat.

Trump seringkali memotong pembicaraan dan mencemooh rival bahkan moderator debat, ketimbang fokus membahas kebijakan dan menjawab pertanyaan moderator.

Saat sejumlah skandal terkait komentar cabul dan pelecehan seksual menyandung Trump, perolehan suaranya juga sempat ikut tersandung.

Namun, semakin mendekati hari pemilihan presiden, dukungan untuk Trump justru terpantau semakin kuat.

Sampai akhirnya Trump benar-benar memenangkan hasil penghitungan sementara pemilihan presiden dan dinyatakan sebagai presiden terpilih AS 2016.

Namun kemenangan Trump masih juga diwarnai penolakan publik, saat ribuan warga di penjuru AS membanjiri jalanan untuk melakukan aksi protes atas terpilihnya Trump sebagai presiden baru AS.

Selama lima hari berturut-turut pascaterpilihnya Trump, warga AS melangsungkan demo anti-Trump dan menolak segala bentuk kebencian yang dikatakan seakan menjadi tema utama kampanye Trump.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini