TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Arab Saudi di bawah kepemimpinan Raja Salman bin Abdulaziz memulai era baru dalam membangun keseimbangan hubungan politik, ekonomi, dan budaya.
Era baru itu ditandai upaya Arab Saudi dengan menancapkan kaki hubungan dengan Barat dan Timur secara seimbang.
Membangun keseimbangan hubungan itu kini merupakan keniscayaan bagi Arab Saudi, khususnya pada era Raja Salman bin Abdulaziz yang mengusung Visi Arab Saudi 2030.
Mewujudkan Visi Arab Saudi 2030, yang meletakkan proyek "Arab Saudi pasca era energi", sangat membutuhkan mitra dari berbagai belahan bumi, termasuk Asia.
Baca: Ini 11 Nota Kesepahaman Indonesia-Arab Saudi Saat Kunjungan Raja Salman
Bahkan, Asia bisa jadi ditarget sebagai mitra utama dalam mewujudkan Visi Arab Saudi 2030 tersebut.
Era baru itu bisa dilihat dari lawatan panjang Raja Salman ke sejumlah negara Asia selama satu bulan, dari akhir Februari hingga akhir Maret.
Negara-negara yang dikunjungi Raja Salman adalah Malaysia, Indonesia, Brunei, Jepang, China, Maladewa, dan berakhir dengan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Liga Arab di Amman, Jordania, pada akhir Maret nanti.
Bahkan, untuk tempat liburan pun Raja Salman juga sudah melirik ke Timur, yakni Pulau Bali dan Maladewa.
Di Bali, Raja Salman dan rombongan akan menghabiskan waktu sekitar 6 hari, 4-9 Maret ini.
Selama ini, orientasi Arab Saudi di berbagai bidang selalu ke Barat, khususnya Amerika Serikat. Sebaliknya, Arab Saudi selalu melihat Timur dengan sebelah mata.
Akan tetapi, selama 10 tahun terakhir ini Arab Saudi lambat laun mulai melirik ke Timur berkat kemajuan ekonomi yang pesat di Asia timur dan tenggara.
Dirintis sejak putra mahkota
Raja Salman bisa disebut sebagai arsitek kebijakan luar negeri Arab Saudi yang mulai melirik ke Timur. Semasa masih menjadi putra mahkota, ia sudah melakukan lawatan langsung ke sejumlah negara Asia.
Raja Salman menjadi putra mahkota pada Juni 2012 setelah lebih dari lima dekade menjabat Gubernur Riyadh.
Pada Februari dan Maret 2014, Putra Mahkota Pangeran Salman mengadakan lawatan ke sejumlah negara Asia, yaitu Jepang, China, India, dan Pakistan.
Kunjungan putra mahkota Arab Saudi ke sejumlah negara Asia saat itu merupakan kunjungan pejabat tertinggi Arab Saudi ke Asia.
Sebelumnya, kunjungan pejabat tinggi Arab Saudi ke negara Asia hanya dilakukan pejabat setingkat menteri.
Setelah naik takhta sebagai raja pada 23 Januari 2015, Raja Salman melanjutkan hubungan dengan Asia, yang telah dirintisnya sejak masih menjabat putra mahkota.
Agenda lawatan Raja Salman ke Asia saat ini juga meliputi Jepang dan China. Raja Salman mengunjungi Jepang dan China dua kali dalam tiga tahun terakhir ini.
Hal itu menunjukkan nilai Jepang dan China yang cukup strategis bagi Arab Saudi dalam upaya mewujudkan Visi Arab Saudi 2030 itu.
Neraca perdagangan Arab Saudi-China tahun 2013 sudah mencapai 73 miliar dollar AS. Adapun neraca perdagangan Arab Saudi-Jepang pada 2013 mencapai 57 miliar dollar AS.
Tanpa kemitraan dengan Jepang dan China yang kuat, Visi Arab Saudi 2030 tampaknya tidak bisa maksimal. Ditambah pula, lawatan Raja Salman kali ini mencakup Malaysia, Indonesia, dan Brunei.
Selain masalah hubungan historis keagamaan, kekuatan ekonomi tiga negara mayoritas Muslim di Asia Tenggara itu juga cukup layak diperhitungkan Arab Saudi untuk mewujudkan visi pasca era energi.
Hubungan ekonomi Arab Saudi dengan tiga negara di Asia Tenggara tersebut saat ini masih belum apa-apa jika dibandingkan dengan hubungan ekonomi Arab Saudi dengan Jepang dan China.
Neraca perdagangan Arab Saudi-Malaysia pada 2016 baru mencapai 3,38 miliar dollar AS. Adapun neraca perdagangan Indonesia-Arab Saudi tahun 2014 mencapai 8,67 miliar dollar AS.
Kunjungan Raja Salman ke Kuala Lumpur sepertinya mengisyaratkan adanya peningkatan pesat hubungan ekonomi dua negara itu.
Hal itu dapat dilihat dari keputusan perusahaan minyak terkemuka Arab Saudi, Aramco, menanamkan investasi senilai 7 miliar dollar AS di Malaysia.
Isu politik
Selain isu ekonomi, isu politik juga tidak bisa lepas sama sekali dari misi lawatan Raja Salman ke Asia saat ini.
Arab Saudi kini sedang getol membendung pengaruh Iran di berbagai belahan bumi ini, yakni di Afrika, Amerika Latin, Timur Tengah, dan Asia. Pertarungan Iran-Arab Saudi tersebut cukup sengit.
Arab Saudi saat ini sangat khawatir Iran mendapat dana besar dan bisa mengembangkan pengaruh di pelbagai belahan bumi pasca tercapainya kesepakatan nuklir dengan Barat pada Juli 2015.
Arab Saudi pada era Raja Salman saat ini menggunakan konsep pendekatan ekonomi dengan banyak negara untuk membendung pengaruh Iran itu.
(Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Maret 2017, di halaman 8 dengan judul "Era Baru Arab Saudi Melirik ke Timur").
Penulis: Musthafa Abd Rahman