Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ruth Vania
TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Kementerian Luar Negeri Singapura (MFA) kembali memprotes penangkapan kapten kapal Ricky Tan Poh Hui yang dilakukan Pemerintah Indonesia, Agustus 2016 lalu.
Dalam pernyataannya, Rabu (15/3/2017), MFA memprotes keras aksi tersebut, lantaran dinilai tidak berdasarkan hukum.
"Penahanan yang dilakukan Indonesia terhadap kapal, awak kapal, dan penumpangnya, juga penahanan dan sanksi berkelanjutan yang dikenakan atas kapten kapal sangat tak berdasar," demikian isi pernyataan MFA.
Aksi itu dikatakan tak berdasar, sebab penangkapan dilakukan di wilayah perairan Singapura, yakni sekitar lepas pantai Pedra Branca.
MFA juga mengatakan pihaknya telah berupaya berulangkali berkomunikasi dengan otoritas Indonesia yang terkait.
"Demi mendesak agar kapten kapal Ricky Tan Poh Hui dan kapalnya segera dibebaskan, juga agar segala penyelidikan yang dilakukan atasnya segera dicabut," tambah MFA.
Ricky Tan Poh Hui, seorang warga Singapura, bersama tiga kru dan sembilan penumpang kapalnya ditangkap pasukan TNI Angkatan Laut, 21 Agustus 2016.
Mereka ditangkap setelah dianggap memasuki wilayah perairan Pulau Bintan, Indonesia, atas tuduhan pencurian ikan.
Kapal Ricky Tan Poh Hui yang berbendera Malaysia dan diberi nama Seven Seas Conqueress, dicegat TNI AL sekitar 7,5 mil dari Pantai Tanjung Berakit, Kepulauan Riau.
Kapal tersebut diketahui tidak memiliki izin untuk memasuki wilayah perairan Indonesia.
Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan sebenarnya telah membahas isu ini dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada Agustus lalu.
Namun, akses konsuler yang telah diminta berulangkali oleh MFA baru diberikan 24 Januari tahun ini.
"MFA akan terus mengupayakan pembebasan segera Ricky Tan Poh Hui dan kapalnya. Kami akan terus menyediakan bantuan yang diperlukan," lanjut pernyataan MFA. (CNA/Today Online)