TRIBUNNEWS.COM - Pembalakan liar, perburuan dan perang sipil membawa dampak buruk pada populasi gajah Sri Lanka. Tapi sebuah panti asuhan untuk gajah berupaya membawa spesies ini kembali dari ambang kepunahan.
Berikut kisah lengkapnya seperti yang dilansir dari Program Asia Calling produksi Kantor Berita Radio (KBR).
Matahari baru saja mengintip di balik pegunungan hijau di Provinsi Sabaragamuwa Sri Lanka. Tapi tim dokter hewan sudah sibuk mempersiapkan botol susu besar.
Di panti asuhan gajah Pinnawala ini ada dua bayi gajah yatim piatu yang sedang lapar. Bayi gajah yang bernama Pandula dan Migara dengan tidak sabar menyantap sarapan mereka.
Mereka adalah bayi gajah yatim piatu yang berasal dari alam liar.
“Kami harus menjaga mereka sepanjang hidup mereka,” kata Chandrika Priyadhashani, asisten penelitian dan pendidikan di panti asuhan itu. Usia kedua bayi gajah ini di bawah lima tahun.
Dia bercerita soal Pandula dan Migara setelah mereka selesai makan. Dua bayi gajah itu diselamatkan dari hutan Ritigala beberapa tahun yang lalu.
Selama beberapa dekade terakhir, pembangunan besar-besaran telah memperkecil habitat gajah di Sri Lanka.
Ribuan hektare hutan lebat telah ditebang untuk dijadikan jalan menuju daerah pemukiman dan lahan pertanian.
“Banyak kehidupan spesies satwa liar rusak. Terutama gajah yang membutuhkan hutan yang luas. Jadi banyak bayi gajah menjadi yatim piatu,” kata Chandrika.
Ketika habitat mereka berkurang drastis, para gajah pun mengembara ke peternakan mencari makanan.
Ratusan gajah dibunuh warga sekitar hutan karena dianggap sebagai gangguan padahal keberadaan mereka juga kian terancam punah.
Untuk mengatasi masalah ini, sebuah panti asuhan gajah didirikan pada 1975.
Mereka mulai dengan lima bayi gajah. “Dua diantaranya mati sementara tiga ekor lainnya sekarang sudah jadi gajah besar,” jelas Chandrika.
Menurutnya tujuan utama membuat panti asuhan adalah menyelamatkan gajah.
Saat ini diyakini ada sekitar enam ribu gajah yang masih berada di alam liar di Sri Lanka. Tapi menurut Departemen Konservasi Alam Sri Lanka, tiga dekade lalu populasi mereka diperkirakan hingga 24 ribu ekor.
Selain di Sri Lanka, gajah Asia juga ditemukan di India, Thailand dan Indonesia. Tapi cagar alam di Sri Lanka memainkan peran penting dalam konservasi gajah.
“Kelahiran pertama di panti asuhan ini terjadi pada 1984 dan sampai sekarang total sudah terjadi 70 kelahiran. Menurut saya ini adalah jumlah kelahiran terbesar di penangkaran di negara manapun. Kami menyediakan perawatan dan perlindungan yang lebih baik bagi gajah,” ungkap Chandrika.
Saat ini ada sekitar 88 gajah di panti asuhan ini termasuk 20 bayi gajah. Panti asuhan gajah Pinnawala juga mendorong kesadaran tentang spesies yang terancam punah ini.
Setelah empat dekade, lembaga ini menjadi tempat tujuan ikonik. Di kawasan seluas lebih dari 10 hektar ini, pengunjung bisa belajar tentang gajah serta menonton mereka mandi dan makan.
Pukul empat sore waktu bersenang-senang dimulai.
Sirene dibunyikan untuk menghentikan lalu lintas di luar panti asuhan, saat gajah membentuk barisan menyeberang ke sungai. Di sana mereka mandi dan berenang dua kali sehari.
Mathali, seekor gajah berusia 40-an yang dulu juga adalah yatim piatu, memimpin kawanan.
“Dia adalah salah satu dari tiga bayi yatim, yang sekarang sudah jadi gajah besar,” kata Chandrika.
“Saat dia tumbuh, Mathali menunjukkan begitu banyak kualitas, terutama sifat keibuan. Tidak ada gajah betina lain yang bisa memimpin kawanan lebih baik dari dia,” tambahnya lagi.
Sementara itu, bayi gajah Pandula dan Migara masih menunggu seorang ibu angkat dan kawanannya sendiri.
Menurut Chandrika, masih banyak bayi gajah yang menghabiskan waktu di sini kemudian dilepaskan ke alam liar.
“Kami akan melepaskan mereka ke kawanannya tahun depan. Saat ini, anggota keluarga di kawanan tidak mudah menerima bayi yatim. Jadi kami akan melihat apakah mereka akan bersikap ramah atau tidak. Jika tidak, kami akan menjaga mereka secara terpisah untuk beberapa waktu,” kata Chandrika.