TRIBUNNEWS.COM – Sejumlah isu lingkungan di beberapa kawasan perairan menjadi sorotan tajam para delegasi ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) Ke-9.
Diantaranya, mengenai pemutihan koral hingga pencemaran laut akibat sampah plastik (Marine Plastic Debris) yang dinilai berpotensi menjadi ancaman baru.
Salah satu penelitian menunjukkan, jika produksi sampah plastik tidak bisa ditekan, maka pada tahun 2050 sampah plastik di laut akan lebih banyak dari jumlah ikan. Saat ini, sampah di laut dinilai membahayakan satwa laut.
Misalnya saja, kasus plastik yang baru saja ditemukan pada perut burung laut.
“Untuk menekan pencemaran sampah plastik, salah satu regulasi yang bisa ditempuh yaitu dengan mengolah sampah menjadi biodiesel atau liquid fertilizier. Pemerintah Indonesia juga sebelumnya menerapkan peraturan kantong plastik berbayar, meskipun akhirnya dihentikan setelah menuai pro kontra,” ungkap Anggota BKSAP Hamdhani.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno, mengatakan persoalan sampah plastik telah menjadi ancaman baru di negara Asean.
Bahkan, sampah plastik di laut Indonesia sempat menjadi sorotan dunia. Indonesia diklaim sebagai produsen polutan plastik kedua terbesar setelah Cina. Disusul negara Asean lainnya, yakni Filipina berada di urutan ketiga, diikuti Vietnam.