TRIBUNNEWS.COM - Delta Mekong Vietnam adalah kawasan yang dilapisi nuansa hijau sejauh mata memandang. Ini adalah dunia air yang bergerak seirama Sungai Mekong yang perkasa. Perahu, rumah dan pasar apung di banyak anak sungai, kanal dan sungai membentang seperti arteri.
Kawasan ini adalah rumah bagi 20 juta orang dan ada 60 juta jiwa menggantungkan hidupnya pada sungai ini.
Lagu rakyat ini menggambarkan Mekong sebagai mitra seumur hidup yang memberikan hikmah dan bimbingan kepada masyarakat setempat. Tapi sistem sungai yang telah menopang kehidupan begitu lama, sekarang mengambil korban. Dan daerah itu sendiri sedang sekarat.
Berikut kisah lengkapnya seperti dilansir dari Program Asia Calling produksi Kantor Berita Radio (KBR).
”Menurut kami, delta akan hilang dalam 100 atau 200 tahun mendatang. Saya tidak tahu pasti, tergantung dari aktivitas masyarakat,” jelas Le Anh Tuan, peneliti di Institut Kajian Perubahan Iklim di Universitas Can Tho. Dia telah memantau Delta Mekong selama 30 tahun.
Menurut timnya, semua jalan utama di kota asalnya - kota paling selatan Vietnam Can Tho - akan berada di bawah permukaan laut pada tahun 2050.
Kawasan ini menderita karena perubahan iklim yang menyebabkan naiknya permukaan air laut dan pola cuaca yang tidak menentu, seperti banjir dan kekeringan yang sering terjadi.
Delta Mekong adalah daerah pertanian ajaib yang menampung sepertiga tanaman pangan negara itu dan menyumbang 60 persen pasokan udang dan ikan. Padahal luas delta yang digunakan baru 10 persennya saja.
Jadi perubahan di daerah itu akan membawa bencana bagi masyarakat Vietnam karena bisa menghilangkan pasokan pangan mereka.
Tam Sau, 61 tahun, mengatakan tanah yang mereka duduki di distrik Minh Thuong ini, empat jam perjalanan dari Can Tho, sedang tenggelam.
“Lihat kanal itu, semakin luas dan dalam serta pinggirannya semakin curam setiap tahun. Kami tidak memanfaatkan air dari sana karena pinggirannya mau runtuh. Banyak rumah di pinggiran sungai sudah bergerak. Orang-orang di sana tidak bisa tidur di malam hari,” kisah Tam Sau.
Mereka punya alasan kuat untuk khawatir. Tepi sungai mengikis seluruh Delta Mekong. Hanya dua jam perjalanan jauhnya, di distrik Dam Doi, lebih dari 30 rumah ditelan sungai. Pada April lalu, bencana lain di distrik Nam Can membunuh empat orang anggota keluarga saat mereka tidur. Kota dan rumah-rumah pun tergenang air sungai.
“Banyak dari kami telah meninggalkan kebiasaan lama, tinggal di pinggir laut dan sungai, karena erosi bisa membunuh kapan saja,” tutur Tam Sau.
Air tanah diekstraksi pada tingkat yang lebih cepat untuk mendukung urbanisasi yang meningkat. Itu menyebabkan erosi parah dan runtuhnya tepi sungai.
Di satu sisi, tanah tenggelam karena erosi. Sementara di sisi lain, kenaikan permukaan air laut menelan daerah pesisir yang rendah. Provinsi pesisir pun terjepit dan setiap tahun, ratusan hektar tanah hilang.
Mai Van Huang bekerja di situs konservasi alam Tra Su di An Giang. Tak jauh dari sungai yang baru saja menelan deretan rumah.
“Kami biasanya punya persediaan ikan yang melimpah di daerah tersebut. Sejak mereka mulai membangun bendungan di hulu, nelayan di dekat desa kesulitan mendapat ikan. Dan ikan jadi langka. Kami menyadarinya saat melihat meja makan,” kata Mai Van Huang.
Seiring air laut menembus daerah pedalaman hingga 90 kilometer jauhnya, hamparan luas lahan pertanian dan perikanan ikut hancur.
Erosi dan kenaikan permukaan laut meningkatkan kadar garam di daerah tersebut sehingga tidak bisa digunakan untuk pertanian.
“Tanaman padi adalah yang pertama mati, diikuti oleh pohon buah yang lebih keras dan pohon kelapa. Dan akhirnya, udang air asin saya juga hilang,” jelas Tam Sau.
Saat meninggalkan rumah Tam Sau, saya melihat tanda-tanda dipasang di kolam udang yang mengering. Tanda lahan itu dijual.
Orang-orang yang telah hidup dari tanah ini selama beberapa generasi terpaksa pergi ke kota-kota terdekat, untuk mencoba mencari nafkah di sana. Tapi tidak jelas dari mana makanan mereka akan datang saat Delta Mekong mulai menghilang.