News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tragedi Kemanusiaan Rohingya

Aung San Suu Kyi Bantah Banyak Muslim Rohingya yang Mengungsi

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Poster dan spanduk yang mengecam Biksu Ashin Wirathu dan tokoh prodemokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi dibawa massa dari Solidaritas Indonesia untuk Kemanusiaan saat berdemonstrasi terkait etbis Rohingya di depan Kedutaan Besar Myanmar, di Jakarta Pusat, Jumat (29/5/2015). Demonstran mendesak Myanmar menghentikan kekerasan, melindungi, dan mengakui keberadaan etnis Rohingya. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, MYANMAR - Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi menegaskan bahwa dia tidak takut kecaman dan 'pengawasan dunia internasional' atas penanganan pemerintah terhadap krisis Rohingya yang sedang berlangsung.

Hal itu disampaikan pidato nasional pertamanya Selasa (19/9/2017) mengenai situasi di negara bagian Rakhine utara yang telah menyebabkan lebih dari 400.000 Rohingya mengungsi ke Bangladesh.

Dia mengatakan bahwa dia ingin berbicara dengan warga Muslim Rohingya untuk mencari tahu mengapa mereka pergi ke Bangladesh, karena, kilahnya 'sebagian besar Muslim Rohingya tidak mengungsi.'

"Kami siap dengan proses repatriasi pengungsi secepatnya, kapan pun. Dan siapa pun yang diverifikasi sebagai pengungsi dari negeri ini akan diterima kembali tanpa masalah, dan akan mendapat keamanan penuh dan akses terhadap bantuan kemanusiaan."

Pengungsi Rohingya Menyeberang ke Bangladesh. ((Geo TV/AFP))

Baca: Pengamat: Prabowo Lihat Bantuan Pemerintah ke Rohingya dalam Perspektif Pertarungan Politik

Aung San Suu Kyi mengklaim bahwa sejak tanggal 5 September kekerasan telah mereda.

Dalam beberapa pekan terakhir, Suu Kyi menjadi sasaran kecaman masyarakat internasional, terkait caranya menangani kekerasan trerhadap para Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine.

Kekerasan terakhir ini dipicu oleh serangan bersenjata yang dilakukan militan Rohingya terhadap pos polisi pada bulan Agustus.

Namun aparat keamanan menanggapi seranngan ini dengan operasi militr yang brutal, yang mengarah pada sasaran sipil dan disebut pembersihan etnis oleh PBB.

Aung San Suu Kyi menyampaikan pidato itu di Naypyidaw, ibukota baru Myanmar, karena berhalangan untuk terbang menghadiri sidang Majelis Umum PBB pekan ini.

Disebutkannya, ia ingin masyarakat intrnasonal megetahui apa yang dilakukan pemerintahnya dalam upaya mengatasi situasi.

Ia mengutuk semua bentuk pelanggaran hak asasi manusia.  Dan katanya siapa pun yang bertanggung-jawab atas pelanggaran HAM di Rakhine akan diadili.

"Saya paham kepedulian dan kecemasan sahabat-sahabat kami, masyarakat internasional mengenai laporan-laporan tentang kampung-kampung yang dibakar dan gelombang pengungsian besar-besaran. Ini juga merupakan kepedulian kami," kata Suu Kyi.

"Kami ingin mencari tahu, apa problem sebenarnya. Ada tudingan dan tudingan balik. Kami harus mengkaji tuduhan dari seua pihak. Kami harus memastikan bahwa tudingan-tudingan itu didasarkan fakta yang kuat."

"Kami mengumpulkan fakta-faktanya, untuk mencari solusi. Dan solusi akan dirumuskan berdasarkan fakta-fakta yang lengkap."

"Tindakan akan diambil, tak peduli agama, suku dan jabatan politik mereka yang melakuka pelanggaran hukum dan HAM yang diakui masyarakat internasional."

Dalam kesempatan sebelumnya, Suu Kyi mengatakan bahwa sorotan dunia pada tragedi di Rakhine begitu keras karena kabar-kabar bohong dan foto-fot palsu di intrnet dan media sosial.

Kali ini, Suu Kyi secara tidak langung menyesalkan kecaman masyarakat internasional yang banyak membanjir ke pihaknya, termasuk dari sejumlah pemenang Nobel Perdamaian.

"Dengan saling menyerang satu sama lain, baik dengan senjata, dengan kata-kata, maupun engan luapan emosi, toidak akan membantu," kata Suu Kyi.

Suu Kyi beralasan, sebagai negara baru demokrasi, Myanmar harus menghadapi berbagai persoalan-persoalan pada waktu yang sama.

"Kami tak ingin Myanmar terpecah berdasarkan suku, agama, dan haluan politik. Kami adalah negara yang beragam," kata Suu Kyi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini