TRIBUNNEWS.COM, KAIRO - Para pemimpin umat Kristen menyatakan keprihatinan atas pembunuhan seorang pastor Koptik Ortodoks di ibu kota Mesir, Kairo.
Pastor Samaan Shehata tengah mengumpulkan bantuan kemanusiaan untuk parokinya di Beni Suef pada hari Kamis saat dia dikejar oleh seorang pria yang kemudian menikamnya beberapa kali begitu saja.
Baca: Soal Dokumen Peristiwa 1965, Menhan: Biasa Saja, Kenapa Kebakaran Jenggot ?
Penyerang melarikan diri dari tempat kejadian, namun dilaporkan sudah ditangkap oleh polisi.
Motif serangan yang terekam dalam kamera pengawas tersebut belum diketahui.
Namun, komunitas minoritas Koptik berulang kali menjadi sasaran serangan dalam beberapa bulan terakhir.
Lebih dari 100 orang tewas sejak Desember dalam serangkaian serangan yang diklaim dilakukan oleh milisi jihad yang berafiliasi dengan kelompok yang menamakan diri Negara Islam (ISIS).
Uskup Anba Angaelos, pemimpin Gereja Koptik di Inggris, mengatakan dia prihatin atas reaksi pihak berwenang Mesir terhadap serangan yang dialami oleh Pater Samaan.
Baca: Begini Reaksi Menhan dan Panglima TNI Sikapi Soal Dokumen Rahasia Amerika Tentang Tragedi 1965
Dia menyebut ambulans yang datang ke tempat kejadian perlu waktu sampai satu jam, lalu lokasi kejadian tidak diamankan dan bukti forensik tidak dikumpulkan.
Setelah itu terduga penyerang langsung dinyatakan menderita gangguan mental tanpa dilakukan diagnosis profesional.
"Saya berdoa bagi kalangan luas komunitas Kristen Mesir yang merasa lebih dan lebih rentan dan jadi sasaran setiap hari dibayangi ketidakadilan dan ketidap-pedulian pada mereka," sang uskup menambahkan.
"Saya juga berdoa untuk kalangan luas masyarakat Mesir, yang menjadi semakin terpojokkan dan ternodai nama baiknya karena insiden ini terus terjadi."
Uskup Agung Canterbury, Justin Welby, mencuit dalam Twitternya, "Sangat sedih atas pembunuhan brutal yang menimpa Pastor Samaan, pastor Koptik Ortodoks di Kairo. Kami berdoa untuk gereja, untuk dia dan orang-orang yang berduka atas kepergiannya."
Pembunuhan pastor Samaan terjadi pada hari ketika Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi mengumumkan keadaan darurat untuk yang kedua kalinya, setelah kelompok ISIS melakukan dua pengeboman yang menyasar gereja-gereja Koptik di Tanta dan Iskandarsyah.
Ratusan personel keamanan Mesir juga dibunuh oleh para jihadis di Semenanjung Sinai sejak militer menggulingkan Presiden Mohammed Morsi pada tahun 2013.