Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Amnesty International setelah melakukan investigasi selama dua tahun terakhir di Rakhine State, Myanmar, telah menemukan bukti-bukti terjadi kejahatan serius terhadap etnis Rohingya.
Elise Tillet, seorang anggota tim investigasi Amnesty International, menyebut situasi di Rakhine State tidak bisa didiamkan.
Baca: Tragedi Kemanusian di Myanmar Dianggap Sebagai Pembersihan Etnis
"Pemerintah Myanmar harus menghancurkan sistem (yang ada), harus diyakinkan sistem ekonomi dapat menguntungkan semua pihak, dan semua pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan ini, harus dimintai pertanggungjawaban," ujarnya kepada wartawan, saat menghadiri acara Amnesty International Indonesia, di Hotel Puri Denpasar, Jakarta Selatan, Selasa (21/11/2017).
Amneesty International menemukan fakta bahwa telah terjadi pembersihan etnis Rohingya di Myanmar.
Tidak hanya itu, akses etnis Rohingya terhadap pendidikan dan kesehatan juga dihilangkan.
Baca: Temuan PBB: Perempuan Rohingya Ditelanjangi dan Diperkosa Beramai-ramai oleh Tentara Myanmar
Mereka juga dilarang keluar dari desanya masing-masing sejak tahun 2012 lalu.
Temuan Amnesty International sudah dipresentasikan ke tokoh-tokoh dari sejumlah agama di Indonesia.
Rencanannya, Rabu (22/11/2017), Amnesty International akan mempresentasikan temuan tersebut dan akan diserahkan kepada perwakilan pemerintah Indonesia.
Baca: Kolaborasi Internasional Wujudkan Solusi Peduli Bagi Rohingya
Elise Tillet menyebut pihaknya berharap pemerintah Indonesia bisa terus menekan Myanmar terkait adanya dugaan pelanggaran HAM.
"Kami berharap Indonesia terus menekan pemerintah Myanmar, menangani masalah dengan prespektif hak asasi manusia. Pendekatan perkembangan dan keamanan itu tidak cukup, ini adalah krisis hak asasi manusia," ujarnya.
"Kami berharap Indonesia terus mengambil peran, dengan pendekatan regional, dan interaksi langsung ke pemerintah Myanmar," katanya.