TRIBUNNEWS.COM - Sebanyak 20 negara daripada 22 anggota Liga Arab yang menerima bantuan keuangan atau militer dari Amerika Serikat bertindak berani jika menyokong resolusi PBB terkait status Yerusalem.
Negara Arab termasuk Arab Saudi--sekutu dekat AS--tidak mempedulikan ancaman Washington yang mau menyetop bantuan keuangan kepada negara yang mendukung draf resolusi tersebut.
Duta Arab Saudi untuk PBB, Abdallah Al-Mouallimi berkata, AS sebenarnya keliru jika mengklaim kota suci itu sebagai ibu kota Israel.
"Saya berpendapat (Presiden AS) Donald Trump melakukan kesalahan besar apabila membuat pengumuman tersebut."
"Dan saya juga percaya, negara-negara yang mendapat bantuan AS berhak untuk membuat keputusan sendiri," kata Abdallah seperti dikutip dari Sinar Harian, Selasa (26/12/2017).
Amerika tak serius
Yordania--yang menerima bantuan keuangan dari AS--menganggap ancaman Trump tidak serius.
"Mereka sebenarnya lebih tahu... Amerika ada kepentingan di wilayah ini," kata seorang menteri Yordania.
Sekadar informasi, Amman menerima bantuan militer berjumlah AS US$ 1,2 juta atau setara dengan Rp16,3 miliar per tahun dari Washington.
Sementara itu, bekas Perdana Menteri Yordania, Taher al-Masri percaya peranan Amman sebagai sekutu AS di wilayah konflik menjadi alasan kuat untuk AS tidak melaksanakan ancaman tersebut.
Baghdad turut kecam
Perdana Menteri Iraq Haider al-Abadi menegaskan kerajaan Iraq menolak sekeras-kerasnya klaim rencana Trump memindahkan Kedutaan AS dari Tel Aviv ke kota suci itu.
Rencana itu menyusul pengumuman Trump pada 6 Desember lalu.
Haider berkata, sekiranya dilaksanakan, dia bakal memberi kesan buruk kepada kestabilan.
Selain itu, rencana Trump tersebut malah akan membangkitkan kemarahan seluruh umat Islam.
Justru Haider mengajak semua negara Islam memainkan peranan masing-masing dalam memastikan hasrat Trump ini tidak akan dapat direalisasikan.
Tindakan kontroversi Trump itu hakikatnya bukan isu baru.
Sebab, dalam kampanye pemilihan presiden sebelum ini, Trump berjanji akan memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem jika terpilih sebagai presiden.
Sinar Harian