TRIBUNNEWS.COM - Pada 1 Februari 2003, sebuah tragedi tak akan pernah dilupakan bangsa Amerika Serikat dan dunia ketika pesawat ulang alik Columbia meledak di atas Texas saat kembali memasuki Bumi.
Misi ke-28 Columbia ini dijadwalkan meluncur pada 11 Januari 2001 tetapi akibat sejumlah alasan tertunda hingga dua tahun.
Akhirnya, Columbia diluncurkan pada 16 Januari 2003 dengan membawa tujuh orang astronot. 80 detik menjelang peluncuran busa pembatas terlepas dari tanki bahan bakar dan menghantam ujung sayap kiri pesawat ulang alik itu.
Sejumlah kamera yang fokus para proses peluncuran menangkap hantaman busa pembatas itu tetapi para teknisi tak bisa menemukan lokasi dan tingkat kerusakan yang disebabkan insiden tersebut.
Meski insiden serupa pernah terjadi di tiga misi ulang alik sebelumnya dan tanpa mengakibatkan kerusakan parah, sejumlah teknisi NASA yakin kerusakan di sayap bisa mengakibatkan kerusakan fatal.
Sayangnya, kekhawatiran sejumlah teknisi ini tidak dibahas selama dua pekan Columbia berada di orbit Bumi.
Sebab, manajemen NASA yakin jika kerusakan sudah terjadi mereka tak punya kesempatan untuk memperbaiki situasi.
Pada 1 Februari 2003 pagi hari waktu Amerika Serikat, Columbia memasuki atmofer Bumi. Sekitar 10 menit kemudian, pada pukul 08.53, Columbia sudah berada 70 kilometer di atas pesisir California.
Saat terbang dengan kecepatan 23 kali kecepatan suara, inidikasi pertama adanya masalah mulai diketahui.
Akibat insiden saat peluncuran, lapisan keramik tahan panas yang melindungi ujung sayap kiri telah rusak atau hilang membuat angin dan panas memasuki ruangan sayap dan meledakkannya.
Puing-puing Columbia mulai berjatuhan di dekat kota Lubbock, Texas pada pukul 08.58 dan satu menit kemudian komunikasi terakhir dengan awak Columbia terdengar.
Pada pukul 09.00, Columbia akhirnya meledak sebelah tenggara Texas, tak jauh dari kota Dallas. Warga setempat mendengar suara ledakan yang amat keras dan melihat asap di udara.
Puing-puing dan potongan tubuh ketujuh astronot Columbia ditemukan di lebih dari 2.000 lokasi di wilayah timur Texas, Arkansas, dan Louisiana.
Tragedi ini semakin buruk ketika helikopter yang diperbantukan untuk mencari puing Columbia jatuh dan menewaskan dua orang awaknya.
Anehnya, sejumlah cacing yang dibawa ke orbit Bumi sebagai bahan penelitian yang disimpan di dalam sebuah kaleng kecil lolos dari maut.
Pada Agustus 2003, badan investigasi tragedi Columbia merilis laporan yang mengungkapkan bahwa para kru pesawat ulang alik itu bisa selamat jika kerusakan di sayap diperbaiki atau para kru dievakuasi dari pesawat.
Columbia bisa tetap berada di orbit hingga 15 Februari dan pesawat ulang alik Atlantis yang sudah dijadwalkan akan meluncur pada saat itu bisa digeser waktu peluncurannya ke 10 Februari.
Sehingga, menurut hasil laporan itu, para kru Columbia memiliki waktu untuk memperbaiki sayap atau mengevakuasi kru dari pesawat tersebut.
Akibat tragedi Columbia ini, program pesawat ulang alik dihentikan hingga 16 Juli 2005 saat Discovery meluncur ke angkasa luar.
Ketujuh astronot yang tewas dalam tragedi Columbia ini adalah:
Rick D Husband, seorang kolonel AU dan pakar teknik mesin.
William C McCool, perwira AL Amerika Serikat.
Michael P Anderson, letnan kolonel AU, ahli fisika, dan bertanggung jawab atas misi sains Columbia.
Ilan Ramon, kolonel AU Israel sekaligus astronot pertama negeri tersebut.
Kalpana Chawla, insinyur teknologi dirgantara yang sudah dua kali menjalani misi ulang alik.
David M Brown, kapten AL Amerika Serikat dengan spesialiasi penerbang dan ahli bedah. Dia bekerja dalam eksperimen sains di orbit Bumi.
Laurel Blair Salton Clark, kapten AL Amerika Serikat dan bekerja melakukan eksperimen biologi.(Ervan Hardoko/SumberHistory)
Berita ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Hari Ini dalam Sejarah: Pesawat Ulang Alik Columbia Meledak