Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel mengatakan tak tahu pasti jumlah WNI yang berada di wilayah kerjanya itu. Bahkan, Pemerintah Negara Arab Saudi sendiri tak memiliki data rinci terkait jumlah resmi WNI yang masuk ke negara penghasil minyak itu.
Kebijakan moratorium TKI ke Arab Saudi menjadi salah satu sebabnya. Sehingga kata Agus, WNI masuk ke Arab Saudi dengan berbagai cara, termasuk dengan ilegal dan membuat sulit dideteksi.
"Jumlah WNI kita di Saudi seberapa banyak yang tahu hanya Allah," ujar Agus di ruang konferensi pers, Palapa, Kemlu, Pejambon, Jakarta Pusat, Kamis (15/2/2018).
Bahkan pula, WNI yang resmi pun meng-ilegalkan diri, agar dapat menentukan harga tinggi, mengingat kebutuhkan pekerja domestik di Arab besar.
"Banyak WNI yang awal bekerja di Saudi secara legal, membuat diri mereka ilegal, karena hal ini dapat membuat mereka mendapatkan bayaran lebih besar.
Baca: Rizal Ramli: Cukur Rambut di Ko Tang Seperti Seni
Baca: Penjelasan Lengkap Dokter Gigi Widya Seputar Bahayanya Abothyl untuk Obati Sariawan
Dengan mengilegalkan diri mereka bisa menentukan harga harian sendiri," ucap Agus.
Sebelumnya, Dubes Saudi untuk Indonesia, Osamah Mohammad Al Shuibi sempat meminta pada Pemerintah Indonesia agar segera kembali membuka kran pengiriman TKI ke Arab Saudi.
Namun Agus mengungkapkan, kebijakan Indonesia yang menutup pintu pengiriman tenaga kerja ke Arab Saudi nyatanya tetap saja memiliki kelemahan dan membuat tetap derasnya WNI masuk ke Arab Saudi.
"Modus yang dipakai untuk memasukan TKI ke Saudi adalah dengan menggunakan visa ziarah. Faktanya enggak pernah ditutup, Saudi punya cara sendiri, punya cara untuk buka pintu itu. Modusnya begini, mereka masuk diberikan visa ziarah selama 90 hari, setelah sampai sana di convert jadi izin tinggal. Kalau sudah jadi izin tinggal ini bisa 5-10 tahun," jelas Agus.
Pria asal Yogyakarta ini meminta agar WNI dapat mematuhi keputusan Pemerintah tersebut agar tak masuk secara illegal ke negara dengan konsentrasi TKI terbesar itu.
"Dengan masuk dengan ilegal langkah itu dapat menimbulkan potensi menyulitkan diri sendiri ke depan," kata Agus.