TRIBUNNEWS.COM, COLORADO - Pemuda asal Colorado, Amerika Serikat, nekat keluar dari pekerjaan, menjual mobilnya, dan berangkat ke Suriah untuk melawan ISIS.
John Duttenhofer (24) tidak memiliki latar belakang militer sama sekali.
Dilansir dari UNILAD, John bekerja sebagai customer service di sebuah perusahaan perangkat lunak.
Ia memutuskan untuk pergi ke Suriah pada tahun 2015 setelah mendengar kekejaman ISIS.
Dari saat itulah ia bertekad untuk bergabung bersama orang-orang Khurd untuk melawan ISIS.
Ibunya menghalangi John untuk pergi, namun akhirnya diizinkan karena mengetahui putranya tersebut akan tetap memaksa pergi dan minim persiapan jika makin dilarang.
Baca: Sistem Satu Arah Diterapkan Sepanjang Ratusan Kilometer Jalur Banyumas-Tegal-Brebes
Berbanding terbalik, para sahabatnya malah mendukung penuh keinginan gila Josh.
John menjual mobilnya, menabung hingga $7000, dan bersepeda ke tempat kerja untuk melatih stamina.
Ia juga menyiapkan senjata dengan membeli binocular, AK-47, beberapa perlengkapan, dan pelembab bibir.
John pun bertolak ke Suriah pada April 2017.
Kepada Unilad, John menceritakan hari-harinya di Suriah bersama para pejuang dan sukarelawan lain.
Pada saat siang hari atau situasi sedang tenang, ia menghabiskan waktu dengan bermain game Dungeons and Dragon, membaca, dan mengobrol.
Baca: Kendaraan Pemudik Mengular di Jalur Gentong, Kemacetan Diprediksi Berlangsung Sampai Besok
Baru pada malam hari ia akan mengangkat senjatanya turun ke kota bersama beberapa penembak jitu.
Ia dan kawan-kawannya memasuki gedung kosong dan menembak tentara ISIS yang berusaha menguasai tempat tersebut.
John bersyukur karena ia sering menghabiskan waktunya bermain game.
Menurutnya, bermain Call of Duty selama 13 jam sehari membuatnya paham strategi bertempur.
John menyebutkan bahwa dari game tersebut, ia dapat memahami cara kerja senjata dan cara menghindari serangan.
"Video games prepared me in a way for knowing strategies and how not to get killed, like how to use cover and not to stand in the open. (Video game menyiapkanku untuk memahami strategi dan cara agar tak terbunuh, seperti bagaimana untuk bersembunyi dan tidak berdiri di tempat terbuka)," tuturnya pada Unilad.
Ia tentu sadar bahwa bermain game berbeda dengan berperang di dunia nyata.
John memahami bahwa mental berperang di dunia nyata sangat berbeda dengan saat bermain game.
"In a game you will get shot and you quickly learn if you are killed, but in real life you just die, (dalam game kamu tertembak dan kamu mempelajari kesalahan mengapa kamu mati, tapi di dunia nyata, kamu tertembak dan kamu mati)."
John menyatakan bahwa ia memang cukup egois karena nekat ingin bergabung melawan ISIS.
Di sisi lain, ia juga ingin menjadi bagian dari sesuatu yang bersejarah dan besar.
Dia juga menyebut bahwa ia tak takut mati.
John menghabiskan waktu selama 6 bulan di Raqqa bersama orang-orang Khurdi di unit perlindungan atau YPG saat pembebasan kota tersebut.
Ia memutuskan untuk pulang saat sahabatnya, seorang teknisi asal Inggris tewas dalam ledakan bom pada bulan Oktober.
Kini ia kembali pulang bersama orangtuanya dan tengah beradaptasi dengan kehidupan normal lagi. (*)