TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pendiri Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) Abu Bakar Ba'asyir, yang mendekam di penjara dalam kasus terorisme, dijadwalkan akan segera dibebaskan setelah persyaratan bebas bersyarat "diringankan" dengan menekankan ia hanya akan "taat kepada Islam."
Pemilihan kata-kata dalam surat pernyataan itu, menurut Yusril Ihza Mahendra, penasihat hukum pasangan calon presiden/wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin, disepakati setelah Ba'syir menolak menandatangani dokumen pembebasan bersyarat yang mencakup taat kepada Pancasila.
"Yang harus ditandatangi Pak Ba'asyir agak berat bagi beliau karena beliau punya keyakinan yang dipatuhi hanya Allah, hanya Tuhan dan beliau menyatakan hanya taat kepada Islam. 'Jadi kalau saya diminta tanda tangan taat kepada Pancasila, saya tak mau'", kata Yusril tentang isi percakapannya dengan Ba'syir di Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor.
Baca: Ustaz Abu Bakar Baasyir Awalnya Tak Percaya Akan Dibebaskan
"Beliau hanya ingin taat kepada Islam dan kita memahaminya...Tak ada pertentangan antara Islam dan Pancasila dan tak mau berdebat panjang dengan Pak Ba'asyir," tambah Yusril dalam wawancara dengan wartawan BBC News Indonesia, Endang Nurdin, Jumat (18/01).
Ba'asyir telah menjalani hukuman selama sembilan tahun dari 15 tahun hukuman penjara karena dinyatakan bersalah pada Juni 2011 dalam kasus mendanai pelatihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia.
Ulama berusia 81 tahun ini sebelumnya ditahan di Nusakambangan, Cilacap, namun dipindahkan ke LP Gunung Sindur, Bogor dengan alasan kesehatannya menurun.
Yusril mengatakan Ba'asyir telah mendapatkan remisi tiga kali dan berhak untuk bebas bersyarat dan menyatakan telah mendapatkan persetujuan dari Presiden Joko Widodo untuk membebaskannya dari penjara dengan "pertimbangan kemanusiaan" karena "sudah berusia 81 tahun dengan kondisi kesehatan yang semakin menurun, dengan pembengkakan kakinya yang berwarna hitam."
Proses administrasi pembebasan Ba'asyir tidak memakan waktu lama namun dia sendiri meminta waktu tiga sampai lima hari untuk berkemas, kata Yusril.
Bukan pendukung ISIS
Peneliti terorisme Sidney Jones menyatakan Ba'asyir sempat dibaiat sebagai pengikut gerakan yang menamakan diri ISIS, yang muncul saat Ba'asyir sudah di dalam penjara.
Namun Sidney menyatakan pengaruh dua putra Ba'asyir menyebabkan ulama ini tak lagi menjadi pendukung gerakan kekhalifahan itu.
"Melalui pengaruh anaknya Ba'asyir tak lagi pro ISIS... jelas anaknya Abdul Rochim dan Abdul Rosyid tidak mendukung ISIS. Itu bisa berarti bahwa mereka bisa memengaruhi bapaknya dan kalau begitu, mungkin tak jadi risiko kalau sudah bebas. Karena jelas unsur pro-ISIS adalah kelompok yang paling berbahaya di Indonesia sekarang ini," kata Sidney.
Putra Ba'asyir Abdul Rochim yang ikut mendampingi Yusril Ihza Mahendra mengatakan ayahnya akan langsung pulang ke Solo setelah dibebaskan, "kemungkinan Senin atau Selasa."
Menyusul serangan bom Bali pada 2002, Ba'asyir ditetapkan sebagai tersangka dan divonis dua tahun enam bulan setelah dinyatakan berkomplot dalam kasus terorisme tersebut. Setelah bebas pada Juni 2006, ia kembali ditahan pada Agustus 2010 dengan tuduhan terkait pendirian kelompok militan di Aceh.
Ba'asyir ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus serangan bom di Bali pada 2002. Ia divonis 2,6 tahun penjara setelah dinyatakan berkomplot dalam kasus itu.
Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) pada tahun 2012 ditetapkan oleh Departemen Luar Negeri AS, dalam daftar organisasi teroris asing (FTO).
Saat itu, JAT dicurigai terlibat dalam berbagai kejahatan antara lain perampokan bank untuk mendanai kegiatan mereka, termasuk serangan bom bunuh diri di sebuah gereja di Solo, Jawa Tengah tahun lalu dan sebuah masjid di Cirebon, Jawa Barat.