Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Sapporo Snow Festival ternyata memiliki daya tarik besar seiring dengan semangat bangkit lagi masyarakat Hokkaido dari gempa bumi berkekuatan 7 SR September tahun lalu.
"Kita di Hokkaido memang pernah merasakan gempa bumi besar September tahun lalu. Namun semangat untuk bangkit dan pulih kembali juga jauh lebih besar lagi dan inilah yang ingin kita sampaikan kepada dunia," ungkap Katsuhiro Akimoto, Wali Kota Sapporo, Kamis (7/2/2019).
Festival Salju Sapporo (FSS) pertama diadakan di Taman Odori pada tahun 1950, dengan hanya enam patung salju yang dibuat oleh siswa sekolah menengah setempat.
Melampaui semua harapan, festival ini, saat itu, menarik sekitar 50.000 orang dan segera menjadi acara musim dingin utama di Sapporo.
Pada tahun 1955, Pasukan Bela Diri bergabung untuk membuat patung salju besar.
Pada tahun 1959, 250 orang berpartisipasi dalam membuat patung-patung salju dan media nasional melaporkan Festival Salju untuk pertama kalinya.
Pada tahun 1965, situs Makomanai secara resmi dibuka sebagai situs kedua.
Sapporo menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin pada tahun 1972, dan Festival Salju diakui secara luas di seluruh dunia melalui media internasional.
Baca: Dukung Aksi Santri Demo Fadli Zon, MUI Kota Sukabumi: Dia Sangat Menghina Ulama
Pada tahun 1974, Kontes Patung Salju Internasional dimulai sebagai bagian dari Festival Salju.
Sejak itu, sejumlah tim dari berbagai wilayah di dunia; termasuk Shenyang (Cina), Alberta (Kanada), Munich (Jerman), Sydney (Australia) dan Portland (AS), yang masing-masing memiliki hubungan dekat dengan Sapporo, telah berpartisipasi dalam kontes.
Pada tahun 1983 situs ketiga di Susukino dibuka menambahkan aspek baru ke festival dengan patung-patung es yang diterangi oleh lampu neon jalanan.
Pada tahun 1984, durasi festival diperpanjang dua hari dan menjadi tujuh hari.
Pada tahun 1987 puncaknya jumlah pemahat patung salju mencapai 1000 orang terbanyak dalam sejarah 70 kali FSS ini.