Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Sri Lanka yakin organisasi garis keras Muslim lokal, National Thowheed Jama'ath (NTJ) dalang serangkaian serangan bom yang telah menewaskan hampir 300 orang dan melukai 500 orang, pada Minggu Paskah (21/4/2019).
Demikian disampaikan juru bicara pemerintah, Rajitha Senaratne, pada Senin (22/4/2019), seperti dilansir Aljazeera.
Dia menyayangkan gagalnya aparat keamanan untuk bertindak untuk mengantisipasi terjadinya serangan mematikan itu, setelah menerima informasi intelijen pada 14 hari sebelum sejumlah ledakan menghantam Gereja dan Hotel.
Berbicara pada konferensi pers di ibukota Kolombo, Senaratne mengatakan bahwa kegagalan untuk bertindak melawan National Thowheeth Jama'ath, telah menghancurkan citra seluruh negeri di hadapan dunia.
Baca: Caleg Golkar di Garut Bantah Main Politik Uang
Baca: Kapitra Ampera: Habib Rizieq Gak Usah Khawatir, Insya Allah Bib, Ana akan Pulangkan Antum
Baca: Ferdinand Hutahaean: Jokowi Perlu Bertemu Prabowo untuk Sejukkan Suasana
"Sayangnya, meskipun semua informasi sudah diperoleh, unit intelijen kita tidak bisa mencegah serangan ini," ucap Senaratne.
Dia mengisyaratkan kemungkinan adanya peran jaringan internasional dalam serangan minggu Paskah yang telah mengejutkan dunia tersebut.
Sejauh ini masih belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan ini.
Pemerintah menyatakan Selasa (23/4/2019)besok sebagai hari berkabung Nasional setelah serangan terburuk sejak perang saudara berakhir satu dekade yang lalu.
Kritik senaratne terhadap Presiden Sirisena, yang mengepalai pasukan keamanan, datang sehari setelah Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengakui bahwa "ada informasi" tentang kemungkinan serangan.
"Kita juga harus melihat ke dalam mengapa tindakan pencegahan yang memadai tidak diambil," katanya pada hari Minggu (22/4/2019).
Diberitakan otoritas Sri Lanka telah diperingatkan dua minggu sebelum serangan minggu Paskah terjadi, pada Minggu (22/4/2019).
"Bahkan lengkap dengan nama tersangka," ujar juru bicara kabinet Rajitha Senaratne, dilansir dari Guardian, Senin (22/4/2019).
"Pada tanggal 4 April, 14 hari sebelum insiden ini terjadi kami telah diberitahu tentang insiden ini," katanya.
"Pada tanggal 9 April, kepala Intelijen Nasional menulis sepucuk surat dan dalam Surat ini banyak nama anggota organisasi teroris yang ditulis," kata Senaratne.
Sejauh ini, pada Senin pagi, polisi telah menahan 24 tersangka.
Juru bicara polisi, Ruwan Gunasekara mengatakan polisi juga telah menyita sebuah van dan supir yang mereka percayai mengangkut para pelaku ke Kolombo dan menguasai sebuah rumah aman yang digunakan oleh para penyerang.
Baca: Korban serangan di Sri Lanka: Dari tiga anak miliarder Denmark hingga juru masak terkenal
Tiga polisi termasuk di antara korban tewas, ketika bom kedelapan meledak dalam rangkaian serangan mematikan tersebut.
Jauh dari ibukota Kolombo, garis polisi membentang di sekeliling Gereja St Sebastian di Negombo, Utara Kolombo sehari setelah ledakan bom merobek perayaan Paskah Jemaat.
Halaman St Sebastian dipenuhi dengan bunga, pecahan kaca patri yang hancur dan serpihan merah dan Pink dari bangunan.
Di gereja, para penyelidik menutup mulut mereka dengan penutup kepala (balaclava) sewaktu melakukan penyelidikan terhadap insiden berdarah tersebut.
Menteri Pertahanan, Ruwan Wijewardene, mengatakan pelaku adalah ekstremis religius tetapi menolak untuk menyebut organisasi mana yang melakukan aksi biadab tersebut.
Sejauh ini belum ada kelompok yang telah mengakui sebagai dalang yang bertanggung jawab dalam kejadian yang telah merenggut 290 nyawa tidak berdosa.
Mayoritas korban adalah warga Sri Lanka dan setidaknya 30 orang asing termasuk yang dari Inggris, Turki, Jepang, Belanda, Cina, Portugal, Australia dan India.
Pada Senin pagi, Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena dan Perdana Menteri Wickremesinghe mengadakan pertemuan dengan pejabat militer untuk menyelidiki serangan tersebut.
Sejumlah pemimpin agama di dunia menyatakan solidaritas mereka terhadap Sri Lanka, saat delapan ledakan bom menghancurkan hotel dan gereja dan menewaskan dua ratusan orang yang tengah melaksanakan kebaktian Paskah, pada Minggu (21/4/2019).
Dikutip dari laman Euro News, Senin (22/4/2019), Pemimpin Gereja Katolik Paus Fransiskus pun menyampaikan kepada ribuan orang yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus untuk mendengarkan pesan Minggu Paskahnya.
Ia mengatakan bahwa dirinya sedih mendengar kabar terkait serangan mematikan itu.
"Bahwa hari ini (Minggu), Paskah, membawa duka dan penderitaan bagi gereja-gereja dan (lokasi) lainnya, tempat orang berkumpul di Sri Lanka,".
"Saya ingin mengungkapkan kedekatan 'penuh kasih sayang' saya ini dengan komunitas Kristen, saya merasa terpukul ketika kita semua tengah berkumpul dalam doa, dan kepada semua korban aksi kekerasan itu,".
"Saya mempercayakan kepada Tuhan, mereka yang telah meninggal secara tragis dan saya berdoa untuk mereka yang terluka dan untuk semua yang menderita sebagai akibat dari peristiwa kejam ini,".
Sementara itu, Pemimpin Komuni Anglikan, Uskup Agung Canterbury Justin Welby menuliskan cuitannya di Twitter.
"Mereka yang terkena dampak serangan mengerikan dan tercela terhadap gereja dan hotel di Sri Lanka, akan ada dalam doa jutaan orang yang menandai hari Minggu Paskah di seluruh dunia,".
Sedangkan Ronald S Lauder, Presiden Kongres Yahudi Dunia, yang mewakili lebih dari 100 komunitas Yahydi di seluruh dunia mengatakan bahwa, "Kami Yahudi dunia menegaskan semua orang yang beradab mengecam aksi keji ini dan memohon untuk menerapkan 'nol toleransi' kepada mereka yang menggunakan teror untuk mencapai tujuan,". (Aljazeera/Guardian/AP/Euronews)