TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional dan Hukum Udara Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana angkat suara terkait pertemuan singkat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe yang hanya satu menit.
Sebagaimana diketahui tersebar video dari sebuah media televisi dari Jepang yang membandingkan pertemuan bilateral antar Perdana Menteri Abe dengan kepala pemerintahan dari negara-negara yang hadir dalam pertemuan G-20 di Osaka, Jepang beberapa waktu lalu.
Dalam tayangan tersebut dibandingkan durasi para kepala pemerintahan bertemu. Semisal durasi bertemu dengan Presiden Perancis, Emmanuel Marcon selama 87 menit.
Sementara durasi pertemuan dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) selama 1 menit. Ini kemudian yang mengundang komentar dan bahan tertawaan.
Menurut Himahanto, seharusnya media tersebut bisa lebih bijak dalam mewartakan durasi kepala pemerintahan bertemu.
Karena Presiden Jokowi baru teragendakan bertemu dengan Perdana Menteri Abe saat pertemuan G20 berlangsung, pada Jumat (28/6/2019) lalu.
Baca: 260 Perkara Diregistrasi, MK Mulai Sidang Sengketa Hasil Pileg 9 Juli
Hal itu tidak seperti kepala pemerintahan lain yang melakukan pertemuan bilateral satu hari sebelum pertemuan G20.
"Pertemuan Presiden Jokowi baru dilakukan pada tanggal 28 Juni, tanggal dimana dimulainya Pertemuan G20," ujar Guru Besar UI ini kepada Tribunnews.com, Selasa (2/7/2019).
Hal ini karena Presiden Jokowi baru terbang ke Osaka pada Kamis (27/6/2019) malam hari dan sampai pada keesokan harinya, Jumat (28/6/2019).
Sebenarnya, Hikmahanto menegaskan, yang penting dalam pertemuan yang singkat tersebut ada dua poin.
Pertama, imbuh dia, adanya pertemuan bilateral.
Ini penting karena dalam pertemuan yang bersifat multilateral kepala pemerintahan yang hadir akan diagendakan bertemu dengan kepala pemerintahan tuan rumah.
"Presiden Jokowi tidak melewati kesempatan ini," jelas Hikmahanto.
Kedua, meski dalam waktu yang sangat terbatas Presiden Jokowi dan PM Abe telah mampu menegaskan kerjasama ekonomi untuk memajukan kedua bangsa.
Oleh karenanya bila konteks ini dipahami maka tidak perlu ada tertawaan atas 1 menit pertemuan Presiden Jokowi dengan PM Abe.
Penjelasan Kementerian Luar Negeri
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) memberikan klarifikasi mengenai kabar yang sedang ramai dibahas mengenai satu menit pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Perdana Menteri Jepang di sela KTT G20 di Osaka, Jepang beberapa waktu lalu.
Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Febrian Ruddyard menjelaskan, sebenarnya jelang keberangkatan ke Jepang, banyak Kepala Pemerintahan/Negara ingin bertemu khusus, melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Namun, tidak semua bisa dipenuhi, selain karena padatnya jadwal persidangan juga karena sulitnya mencarikan kecocokan waktu antara para pemimpin. Dirjen Multilateral menjelaskan, Presiden Jokowi tiba pada tanggal 28 Juni 2019, beberapa jam sebelum persidangan dimulai.
"Saat itu ada perubahan jadwal kedatangan Pak Jokowi, yang harusnya tiba di Jepang pada 27 Juni, tapi baru tiba di Osaka tanggal 28 Juni, karena ada pembacaan keputusan Mahkamah Konstitusi," ujar Dirjen Multilateral dalam keterangan tertulisnya kepada Tribunnews.com, Selasa (2/7/2019).
Karena tiba beberapa jam sebelum persidangan dimulai, maka pertemuan dengan PM Abe yang sebelumnya sudah dijadwalkan turut berubah juga. Dari rencana awal pada 27 Juni, jadwal pertemuan dua kepala negara terpaksa harus diganti ulang.
Sebagaimana di forum-forum kerjasama multilateral, tuan rumah selaku chair (pimpinan sidang) selalu disibukkan dengan memimpin jalannya persidangan.
"Jepang itu adalah tuan rumah, jadi harus spare time (memberikan waktu) juga dengan pemimpin dunia lain. Namun, walaupun hanya sebentar, PM Abe bertemu dengan Presiden Jokowi karena menganggap Indonesia sebagai salah satu mitra penting mereka," tegasnya.
Sekalipun tidak bertemu secara bilateral formal, Presiden Jokowi melakukan pembicaraan singkat dengan PM Jepang di sela-sela rangkaian persidangan G20 pada tanggal 28 Juni 2019 setelah kegiatan family photo.
Dalam pembicaraan tersebut telah dibahas mengenai general review IJEPA dan isu terkait RCEP. "Model pembicaraan serupa juga dilakukan Presiden Jokowi dengan pemimpin negara sahabat lainnya, seperti PM Kanada," jelasnya.
Mengetahui adanya perubahan jadwal kedatangan Presiden Jokowi, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi langsung melakukan pertemuan dengan Menlu Jepang Taro Kono.
Pertemuan tersebut berjalan selama satu jam. Menlu RI pada tanggal 27 Juli 2019 menjadi Menlu pertama yang bertemu dengan Menlu Jepang dan membahas tidak saja isu-isu G20. Namun juga isu-isu bilateral yang menjadi kepentingan bersama.
Dalam pertemuan tersebut, mengantisipasi padatnya jadwanya PM Abe, telah memintakan agar dilakukan pertemuan singkat antara kedua kepala pemerintahan di sela-sela rangkaian G20.(*)