TRIBUNNEWS.COM, EL PASO - Pelaku penembakan massal di sebuah toko Walmart di El Paso, Texas, Amerika Serikat, pada Sabtu (3/8/2019), Patrick Crusius, ternyata masih berusia 21 tahun.
Warga Amerika Serikat asal Allen, pinggiran kota Dallas itu, menyerahkan diri kepada polisi.
Tersangka dilaporkan menyerah kepada polisi setelah mengamuk dan menewaskan sebanyak 20 orang serta melukai 26 orang pengunjung lainnya.
Dari berbagai laporan media AS, diketahui usia para korban luka yang menjalani perawatan di rumah sakit bervariasi antara dua hingga 82 tahun.
Baca: Sosok Patrick Crucius, Pelaku Penembakan El Paso Texas, Si Penggila Komputer yang Bunuh 20 Orang
Dilansir dari Sky News, polisi menyatakan ketika penembakan terjadi, Walmart begitu penuh dengan 3.000 pengunjung.
Beberapa di antara mereka membeli perlengkapan sekolah.
Allen menjelaskan, jajarannya menerima laporan adanya penembakan massal pada pukul 10.39 waktu lokal dengan para penegak hukum sampai di lokasi enam menit kemudian.
"Situasi di lokasi sangatlah mengerikan," ucap Allen.
Sebelumnya, Kepolisian El Paso di Twitter juga menyerukan adanya donor darah bagi para korban.
Polisi El Paso mengatakan tidak ada baku tembak ketika Crusius ditahan.
Salah satu pengunjung bernama Kianna Long menceritakan dia sedang berada di Walmart bersama suaminya ketika mereka mendengar adanya tembakan.
Baca: Penembakan Massal di Texas Tewaskan 20 Orang, Gubernurnya: Hari Paling Mematikan dalam Sejarah Texas
"Semua orang berlari dalam kepanikan karena mendengar adanya suara tembakan. Mereka bergegas berusaha lari ke pintu. Namun, banyak orang jatuh ke lantai," ujarnya dikutip Reuters.
Saksi mata lain Gleon Oakly kepada CNN mengisahkan, dia sedang berada di bagian toko olahraga ketika seorang anak berteriak untuk lari karena adanya tembakan.
Oakly mengungkapkan, awalnya para pengunjung tidak mempedulikan ucapan bocah tersebut, hingga dua menit kemudian, mereka mendengar sendiri tembakan itu.
Penembakan massal di Walmart El Paso, Texas ini, terjadi satu pekan setelah aksi serupa di festival bawang putih California yang menewaskan tiga orang.
Pelaku diduga memiliki kebencian rasial
Media AS menyebut pelaku sebagai orang kulit putih dan mengaitkannya dengan "manifesto" yang dipasang secara online yang mencakup kutipan-petisi yang menentang "invasi Hispanik" di Texas.
"Saat ini kami memiliki manifesto dari individu ini yang menunjukkan sampai taraf tertentu jika dia memiliki hubungan dengan potensi kejahatan rasial," kata Kepala Kepolisian El Paso, Greg Allen, dalam konferensi pers.
Dalam manifesto online yang diduga diunggah pelaku, tertulis bahwa serangan tersebut sebagai respons terhadap invasi Hispanik di Texas.
Disebutkan pula bahwa penembakan itu terinspirasi oleh penembakan dua masjid di Christchurh, Selandia Baru, yang menewaskan hingga 51 orang pada Maret lalu.
Tersangka juga mengklaim bahwa tindakannya melakukan penembakan massal di Walmart, Texas, sebagai bentuk membela negara dari penggantian budaya dan etnis yang disebabkan oleh invasi.
Anehnya, tulisan dalam dokumen itu juga memuat kritikan dengan kata-kata kasar yang terhadap otomatisasi dan perusahaan Amerika.
"Kebenaran yang tidak menyenangkan adalah bahwa para pemimpin kami, baik Demokrat maupun Republik, telah mengecewakan kami selama beberapa dekade," tulis dokumen itu.
CNN mengatakan "manifesto" tersebut telah diunggah ke 8chan, sebuah situs tanpa sensor di mana manifesto ekstremis lainnya telah muncul.
Tersangka kemudian menuliskan bahwa kemungkinan dirinya akan mati setelah melakukan penembakan.
"Jika saya tidak dibunuh oleh polisi, maka saya mungkin akan ditembak mati oleh salah satu penjajah.
"Tertangkap dalam kasus ini jauh lebih buruk daripada mati selama penembakan karena saya akan mendapatkan hukuman mati," lanjut isi dokumen itu.
Namun tersangka pelaku dilaporkan telah menyerah kepada polisi seusia melakukan penembakan yang menewaskan hingga 20 orang dan melukai 26 lainnya.
Polisi mengatakan tidak ada baku tembak ketika Crusius ditahan.
Menurut data sensus AS, El Paso, di mana sebuah toko Walmart menjadi lokasi penembakan massal di Texas, berjarak sembilan jam perjalanan dari Dallas.
Kota itu terletak di Sungai Rio Grande yang menandai perbatasan AS dengan Meksiko dan memiliki populasi sekitar 680.000 jiwa, dengan 83 persen adalah keturunan Hispanik.
Pelaku Puji Teror Christchurch Selandia Baru
Pelaku penembakan massal Texas, Amerika Serikat, Patrick Crusius, memuji pelaku teror dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, Maret lalu, Brenton Tarrant.
Dilaporkan, pemuda 21 tahun asal Allen pinggiran kota Dallas itu menyerahkan diri setelah menembaki pengunjung Walmart El Paso Sabtu (3/8/2019).
Penembakan massal itu menewaskan 20 orang disebut Gubernur Texas Greg Abbott sebagai "hari paling mematikan dalam sepanjang sejarah negara bagian itu".
Rekaman video yang beredar di media sosial seperti dilansir The Independent memperlihatkan pemuda itu masuk sambil membawa senapan serbu AK-47 dan menembaki pengunjung.
Kepada CBS News, sumber dari kepolisian mengungkapkan Crusius dikenal sebagai "pemuda bermasalah" dan penyendiri. Polisi disebut memeriksa manifesto yang dibuatnya.
Manifesto itu beredar di sebuah forum daring bernama 4Chan, di mana Crusius mengklaim penembakan itu merupakan respons atas "invasi Hispanik di Texas".
Dia juga menyebutkan soal Great Replacement, sebuah teori konspirasi yang berkembang di kalangan kelompok supremasi kulit putih, dan pada intinya menyebut bangsa keturunan Eropa tengah kewalahan.
"Pada dasarnya, Amerika sudah mulai membusuk dari akarnya dan cara damai untuk mencegah kejadian ini nampaknya hampir mustahil," demikian sepenggal kalimat di manifesto Crusius.
Dia juga menyalahkan para politisi baik dari Partai Republik maupun Demokrat, dan menyatakan dukungan terhadap aksi pembantaian yang terjadi di Selandia Baru.
Pada 15 Maret lalu, teroris bernama Brenton Tarrant menembaki jemaah Masjid Al Noor serta Linwood di Christchurch ketika mereka tengah melaksanakan Shalat Jumat.
Dalam penembakan massal tersebut, sebanyak 51 jemaah tewas dan 49 lainnya terluka. Selandia Baru langsung bersikap dengan melarang senjata level militer beredar.
Dalam konferensi pers Sabtu sore, Kepala Polisi El Paso Greg Allen menyebut soal manifesto itu, dan berujar dokumen itu mungkin ada "hubungan" dengan penembakan tanpa bersedia menjabarkannya.
Selain itu, Crusius disebut pernah bersekolah di Collin College McKinney, dari musim gugur 2017 hingga musim semi 2019.
Pihak sekolah mengaku terkejut dan sedih atas peristiwa itu.
Presiden sekolah Neil Matkin dalam keterangan resmi menyatakan, mereka siap bekerja sama dalam penyelidikan yang digelar oleh polisi lokal maupun federal.
"Kami bersama Gubernur Texas dan seluruh masyarakat yang ada di sini menyampaikan duka yang mendalam bagi para korban dan keluarga mereka," ujar Matkin.
Juru bicara Kepolisian El Paso Sersan Robert Gomez mengatakan, Crusius ditahan "tanpa insiden", dan tidak percaya jika ada pelaku lain dalam penembakan massal itu.
Penembakan massal yang terjadi di Walmart El Paso terjadi satu pekan setelah aksi serupa di festival bawang putih California yang menewaskan tiga orang.
Salah satu pengunjung bernama Kianna Long menceritakan dia sedang berada di Walmart bersama suaminya ketika mereka mendengar adanya tembakan.
"Semua orang berlari dalam kepanikan karena mendengar adanya suara tembakan. Mereka bergegas berusaha lari ke pintu. Namun, banyak orang jatuh ke lantai," ujarnya. (Kompas.com/Agni Vidya Perdana)