TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat intelijen dan terorisme, Stanislaus Riyanta, menilai kabar tewasnya pimpinan Negara Islam Irak Suriah (ISIS) Abu Bakar al-Baghdadi dapat membawa sejumlah implikasi.
Salah satunya adalah kehilangan tokoh sentral di tubuh ISIS.
"Paling utama adalah ISIS akan kehilangan tokoh sentralnya, sehingga jika kaderisasi belum siap akan memerlukan waktu tertentu untuk konsilidasi memilih pemimpin baru. Namun tewasnya Abu Bakar al-Baghdadi tidak serta merta akan menghapus terorisme, karena terorisme lebih kuat pada persoalan paham radikal bukan pada persoalan tokoh pemimpin," ujar Stanislaus, ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (28/10/2019).
Selain itu, Stanislaus menyoroti kemungkinan eksisnya kelompok lain di Suriah akibat tewasnya al-Baghdadi. Kelompok yang dimaksud adalah Jabhat al-Nusra atau lebih dikenal dengan nama Front Nusra.
Ia menjelaskan bahwa Jabhat al-Nusra merupakan salah satu faksi yang memberontak dari pemerintahan Bashar al-Assad di Suriah.
Menurutnya, kelompok ini adalah salah satu pemberontak kuat dalam Perang Sipil Suriah yang telah diakui secara resmi sebagai afiliasi al-Qaeda di Suriah dan Libanon.
"Kelompok Jabath al-Nusra berbaiat setia kepada pemimpin Al-Qaidah, Ayman al-Zawahri. Jabhat al-Nusra diketahui sudah masuk dalam daftar organisasi teroris yang ditetapkan oleh PBB dan sejumlah negara, seperti Amerika Serikat dan Rusia," kata dia.
Lebih lanjut, ia menyebut bukan hal mustahil pula apabila anggota ISIS nantinya akan bergabung dengan Jabhat al-Nusra.
Meskipun kelompok ini berseberangan dengan ISIS, Stanislaus menilai perpindahan kelompok sangat dimungkinkan jika antar kelompok tersebut mempunyai lawan atau tujuan yang sama.
Kemungkinan lainnya, kata dia, simpatisan ISIS akan tercerai berai dan membangun kekuatan baru baik di daerah baru maupun daerah asal masing-masing mereka.
"Terdesaknya ISIS terutama dengan tewasnya Abu Bakar al-Baghdadi akan membuat para kombatan dan simpatisan ISIS tercerai berai, mencari daerah lain untuk membangun kekuatan baru, kemungkinan ke Afganistan, atau kembali untuk melakukan aksi di daerah asalnya masing-masing. Jika kemungkinan terakhir ini yang terjadi maka akan menjadi sinyal bagi Indonesia untuk lebih waspada terhadap ancaman terorisme," tandasnya.