Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - CEO Family Mart Japan, Takashi Sawada (62) membebaskan rekanan waralabanya mulai Maret 2020 untuk tidak lagi beroperasi 24 jam sehari.
Sebelumnya 8 toko konbini (convenient store) Seven Eleven di Jepang per 1 November 2019 tidak lagi beroperasi selama 24 jam.
"Terserah anggota perusahaan waralaba masing-masing mulai Maret 2020 silakan bebas memilih jam operasinya," kata Sawada dalam jumpa pers, Kamis (14/11/2019) sore waktu Jepang.
Di bawah kebijakan baru FamilyMart mencakup hampir 16.000 toko, pemilik waralaba dapat menutup sebagian atau seluruh waktu operasinya masing-masing.
Misalnya antara pukul 11 malam hingga jam 7 pagi jika mereka memberi tahu kantor pusat keinginan mereka sebelumnya. Atau hanya Minggu saja tutup tidak beroperasi.
Terlepas dari pemotongan jam operasi tersebut, FamilyMart akan meningkatkan insentif bulanan menjadi 120.000 yen dari semula 100.000 yen untuk toko-toko yang menjaga operasi mereka sepanjang waktu (24 jam).
Langkah ini dilakukan setelah saingannya Seven-Eleven Japan Co. mulai memotong jam operasional di delapan toko bulan ini sebagai bagian dari upaya (antisipasi) untuk mengurangi kekurangan tenaga kerja.
Baca: 5 Potret Foto Prewedding Boy William & Karen Vendela, Penuh Romantis dengan Tema Hitam & Putih
Baca: Mau Lulus Ujian Hukum Jepang, Naik Gunung Fuji Sambil Siaran Langsung Malahan Meninggal
"Kami ingin mendukung pemilik toko sebanyak mungkin. Namun fakta yang ada, beberapa toko menderita kekurangan tenaga kerja, kenaikan biaya tenaga kerja dan profitabilitas yang rendah," tambah Sawada.
Menurutnya, FamilyMart harus mempercepat dukungan untuk gerainya sedini mungkin.
Namun, perusahaan mengatakan masih belum diketahui berapa banyak toko akan bergabung dengan kebijakan jam operasi bisnis baru.
Uji coba untuk jam buka yang lebih pendek di bulan Juni 2019 telah dilakukan pada lebih dari 600 gerai di area yang ditentukan.
Perusahaan memutuskan untuk memperluas kebijakan secara nasional guna mempelajari hasil uji coba tersebut.
"Rincian lebih lanjut dari kebijakan bisnis baru akan disampaikan pada bulan Maret 2020," kata dia.
Baca: Tim Sepeda Liar Osaka Jepang Sedang Dicari Polisi karena Ngebut di Dalam Mall
Baca: Sejarah Misa Masyarakat Katolik Indonesia di Jepang Sudah Ada Sejak 40 Tahun Lalu
Sekitar 7.000 outlet, hampir setengah dari toko FamilyMart di Jepang, mengatakan mereka tertarik pada jam operasional yang lebih pendek, ungkap sebuah survei perusahaan yang dilakukan pada bulan Juni lalu.
FamilyMart juga mengatakan akan memulai program pensiun dini sukarela untuk mengurangi 800 pekerjaan atau 10 persen dari total personel yang bekerja di pemilik waralaba pada Februari 2020 sebagai bagian dari upaya restrukturisasi.
Lawson Inc., operator toserba besar lainnya di Jepang, tidak mengharuskan pemilik waralaba untuk buka selama 24 jam, dengan sekitar 100 outlet kini tutup pada saat tengah malam.
Nantinya akan ada sekitar 200 gerai Seven Eleven dari total 21.000 di seluruh negeri, yang akan mencoba jam kerja lebih pendek.
"Kami akan berbicara dengan pemilik toko sesuai dengan pedoman baru kami. Mereka akan membuat keputusan akhir apakah akan memperpendek jam operasi," kata Seven-Eleven Presiden Jepang, Fumihiko Nagamatsu baru-baru ini.
"Operasi 24 jam lebih disukai jika ada kebutuhan dari pelanggan. Tetapi beberapa toko tidak dapat melakukannya, meskipun mereka mau, karena kekurangan tenaga kerja," tambahnya.
Operator toserba terbesar di Jepang dengan sejumlah outlet memperkenalkan bisnis 24 jam pada tahun 1975, Seven Eleven, juga berusaha untuk meningkatkan efisiensi, dengan memungkinkan hal-hal baru seperti mengisi kembali rak selama larut malam.
Seven-Eleven Jepang memutuskan untuk mencoba jam operasional yang lebih pendek setelah pemilik waralaba di Osaka memicu kontroversi, mengatakan ia memangkas jam kerja di tokonya tanpa mendapat persetujuan dari operator waralaba karena kekurangan tenaga kerja.
"Operator harus mengizinkan semua pemilik yang ingin mempersingkat jam operasi untuk melakukannya," kata Mitoshi Matsumoto (58), yang mulai menutup tokonya pada tengah malam sejak Februari 2019.
"Pedoman baru seharusnya bukan hanya slogan," tambahnya.
Kelangkaan tenaga kerja merupakan ancaman serius bagi industri lain, termasuk restoran, konstruksi dan perawatan, seiring dengan bertambahnya populasi Jepang.
Tenaga kerja Jepang diproyeksikan turun 20 persen pada tahun 2040 dibandingkan tahun 2017 karena penurunan populasi secara keseluruhan.
Namun Jepang mengantisipasi berkurangnya tenaga kerja dengan lebih banyak perempuan dan lansia yang bergabung dengan angkatan kerja, sebuah studi pemerintah menunjukkan awal tahun 2019 ini.
Jepang memulai sistem visa baru pada bulan April 2019 untuk membawa lebih banyak pekerja asing guna membantu industri yang berjuang dengan kekurangan tenaga kerja akut tersebut.
Bagi yang menggemari Jepang dapat mengikuti info terbaru lewat WAG Pecinta Jepang, kirim email ke: info@jepang.com