Laporan wartawan Tribunnews.com Deodatus Pradipto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia diminta terlibat dalam menuntaskan konflik Kashmir. Sebagai negara berpenduduk Muslim terbanyak di dunia, Indonesia memegang posisi penting dalam penuntasan konflik ini.
Permintaan tersebut disampaikan dalam Konferensi Kashmir Turmoil di Ankara, Turki pada 20-21 November lalu. Konferensi ini diselenggarakan oleh The Institute of Strategic Thinking.
Dua akademi Indonesia mengikuti kegiatan ini. Mereka adalah Mohammad Najib, mantan anggota Komisi I DPR dan Sri Tunggul Pannindriya, akademisi London School of Public Relations.
Panitia penyelenggara meminta perwakilan dari Indonesia berbicara dalam pembukaan konferensi ini. Kepada para peserta konferensi, Mohammad Najib menegaskan bagi Indonesia konflik Kashmir sama dengan konflik Palestina.
"Penyelesaian Kashmir harus mengutamakan jalan damai, bukan senjata karena sekarang bukan era pamer senjata," ujar Tunggul kepada Tribunnews.com, Sabtu (23/11/2019) saat menuturkan pernyataan Najib.
Najib juga berpendapat konflik Kashmir tidak bisa diselesaikan oleh satu atau dua negara. Penyelesaian konflik ini membutuhkan keterlibatan masyarakat internasional melalui pendekatan demokrasi dan hak asasi manusia.
"Itulah sebabnya kekuatan demokrasi, masyarakat sipil dan media menjadi elemen utama," kata Najib seperti disampaikan oleh Tunggul.