TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dimakzulkan dalam pemungutan suara (voting) bersejarah di DPR pada Rabu (18/12/2019).
Dari total 435 anggota DPR AS yang mengikuti voting, 230 suara menyetujui pemakzulan.
Voting digelar atas dua dakwaan pemakzulan yakni penyalahgunaan kekuasaan dan menghalangi Kongres AS.
"Kita untuk membela demokrasi bagi rakyat," ujar Ketua DPR AS, Nancy Pelosi.
Baca: Bukan Cuma Donald Trump, Ini Daftar 3 Presiden Amerika Serikat yang Sempat Hadapi Pemakzulan
Voting DPR ini datang empat bulan setelah Whistleblower meniup skandal Trump menekan Presiden Ukraina untuk menyelidiki dan mengumumkan penyelidikan yang mendiskreditkan rival politiknya, Joe Biden.
Dalam catatan sejarah AS, Trump adalah presiden ketiga setelah Andrew Johnson (1868), dan Bill Clinton (1998) yang dimakzulkan oleh DPR AS.
Pasal pemakzulan
DPR AS menyetujui dua pasal pemakzulan terhadap presiden 73 tahun itu.
Pasal pertama: Penyalahgunaan Kekuasaan, mendapat dukungan 230, dengan 197 politisi House of Representatives.
Adapun jumlah minimal dukungan yang diperlukan di DPR AS guna membawa proses pemakzulan Trump ke level Senat adalah 216.
Sementara pasal 2: Menghalangi Penyelidikan Kongres menerima dukungan 229, dalam hasil yang dibacakan Ketua DPR AS Nancy Pelosi.
Baca: DPR AS Makzulkan Presiden Donald Trump, Nasibnya Tergantung Senat
Baca: Tujuh Fakta Sidang Pemakzulan Terhadap Presiden Donald Trump
Trump pun menjadi presiden setelah Andrew Johnson (1868), dan Bill Clinton (1998) yang dimakzulkan di level DPR AS.
Setelah ini, tahap selanjutnya dalam proses pemakzulan adalah membawa resolusi tersebut ke level Senat, di mana mereka akan membahasnya tahun depan.
Di tahap ini, kecil kemungkinan Trump bakal dilengserkan karena 53 dari 100 kursi senator dipegang oleh Partai Republik.